Uji Kadar Ureum Serum : MetodeBertholet
10.1
Tujuan
Menetapkan kadar ureum dalam serum atau plasma
dengan metode Bertholet.
10.2
Metode yang Digunakan
Metode Bertholet
10.3
Prinsip Pemeriksaan
Urea dalam sampel
dengan bantuan enzim urease akan menghasilkan amonia dan karbondioksida.
Setelah dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi reaksi yang menghasilkan
suatu kompleks yang absorbansinya akan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.
Urea adalah molekul
kecil dengan struktur kimia sebagai berikut :
O
Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan
intrasel dan ekstrasel.
Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil sekitar 25 g urea diekskresikan setiap hari.
Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea
(Sacher, 2002). Jika kuantitas urea melebihi batas normal akan mengakibatkan
tingginya kandungan urea dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita gagal
ginjal (Khairi, 2005).
Pada orang sehat yang
makanannya sering mengandung banyak protein, nitrogen urea darah biasanya
berada di batas atas rentang normal. Kadar BUN yang rendah umumnya dianggap
abnormal. Hal ini mungkin mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau
ekspansi volume plasma. Kadar BUN yang sangat rendah merupakan temuan penting
pada penyakit hati yang berat, yang mengisyaratkan bahwa hati tidak mampu
membentuk urea dari amonia dalam sirkulasi.
Kondisi kadar urea yang
tinggi disebut uremia. Penyebab uremia tersering adalah gagal ginjal yang
menyebabkan gangguan ekskresi. Azotemia mengacu kepada peningkatan semua
senyawa nitrogen berberat molekul rendah pada gagal ginjal. Uremia prarenal
berarti peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi darah
oleh glomerulus. Mekanisme-mekanisme ini mencangkup penurunan mencolok aliran
darah ke ginjal seperti pada syok, dehidrasi, atau peningkatan katabolisme
protein seperti perdarahan masif ke dalam saluran cerna disertai pencernaan
hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan. Uremia pascarenal
terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian bawah di ureter,
kandung kemih, atau uretra yang mencegah ekskresi urin. Urea di dalam urin yang
tertahan dapat berdifusi kembali ke dalam aliran darah. Penyebab uremia di
ginjal mencakup penyakit atau toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan
mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal.
Tes BUN adalah tes yang
mengukur jumlah nitrogen pada darah yang berasal dari produk limbah urea karena
itu merupakan pengukuran tidak langsung dari urea dalam aliran darah. Urea
dibentuk ketika terjadi pemecahan protein di dalam tubuh. Urea diproduksi di
dalam hati dan diekskresi melalui urin. Sebelum melakukan tes BUN, sebaiknya
hindari mengkonsumsi banyak daging atau protein lain dalam 24 jam sebelum tes
berlangsung. Tes BUN berfungsi untuk :
a.
Untuk
memastikan bahwa ginjal masih bekerja secara normal.
b.
Untuk
memastikan apakah penyakit ginjal yang diderita semakin parah.
c.
Untuk
mengevaluasi pengobatan terhadap penyakit ginjal
d.
Untuk
memastikan apakah terjadi dehidrasi berat. Dehidrasi biasanya menyebabkan
tingkat BUN meningkat lebih dari kadar kreatinin. Penyakit ginjal atau
penyumbatan aliran urin dari ginjal dapat menyebabkan meningkatnya nilai BUN
dan kadar kreatinin.
Jika ginjal tidak dapat
mengekskresikan urea dari darah secara normal, maka nilai BUN akan meningkat.
Kerusakan hati, dehidrasi, atau diet tinggi protein juga dapat meningkatkan
nilai BUN. Penurunan nilai BUN secara normal terjadi pada trimester kedua atau
ketiga pada kehamilan. Nilai BUN normal adalah sebagai berikut :
Usia
|
mg / dL
|
Dewasa
|
8-23
|
Anak
|
5-15
|
Kehamilan
|
5-12
|
Nilai-nilai tersebut
adalah nilai-nilai yang umum digunakan. Nilai normal BUN sebenarnya dapat
berbeda-beda dari lab ke lab dan
tergantung jenis protokol pengujian. Interpretasi nilai BUN yang melebihi
normal :
1.
Nilai BUN
yang tinggi dapat berarti terjadi luka atau penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, pielonefritis atau syok. Kerusakan ginjal dapat disebabkan
oleh diabetes atau tekanan darah tinggi yang secara langsung mempengaruhi
ginjal. Tingkat BUN yang tinggi juga bisa disebabkan oleh penyumbatan saluran
kemih (oleh batu ginjal atau tumor) atau aliran darah ke ginjal yang rendah
yang disebabkan oleh dehidrasi atau gagal jantung.
2.
Terdapat
banyak obat-obatan yang dapat menyebabkan meningkatkan nilai BUN.
3.
Nilai BUN
yang tinggi dapat disebabkan oleh diet tinggi protein, penyakit Addison, kerusakan jaringan (misalnya terjadi luka
bakar), atau terjadi perdarahan di saluran pencernaan.
4.
Rasio
BUN-kreatinin yang tinggi terjadi dengan tiba-tiba (akut) pada gagal ginjal,
yang mungkin disebabkan oleh shock atau dehidrasi parah. Sebuah penyumbatan
pada saluran kemih (seperti batu ginjal) bisa menyebabkan rasio BUN-kreatinin
yang tinggi. Sebuah rasio tinggi BUN-kreatinin sangat mungkin disebabkan oleh
perdarahan di saluran pencernaan atau saluran pernafasan.
Interpretasi nilai BUN yang dibawah rasio normal
:
1.
Nilai BUN
yang rendah dapat disebabkan oleh diet sangat rendah protein, kekurangan gizi,
atau kerusakan hati yang parah.
2.
Minum
cairan berlebihan dapat menyebabkan hidrasi berlebih dan menyebabkan nilai BUN
yang rendah.
3.
Perempuan
dan anak-anak memiliki kadar BUN yang lebih rendah daripada pria karena terkait
pemecahan protein dalam tubuh.
4.
Rasio
BUN-kreatinin yang rendah dapat disebabkan oleh diet rendah protein, cedera
otot berat yang disebut rhabdomyolysis, kehamilan, sirosis, atau sindrom
sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH = syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion). SIADH kadang-kadang dikaitkan dengan penyakit
paru-paru, kanker, penyakit pada sistem saraf pusat, dan penggunaan obat-obat
tertentu.
(Anonim, 2001)
Pengukuran kadar urea
nitogen dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin, salah
satu metode yang digunakan yaitu pengukuran
kadar amonia yang dihasilkan dari reaksi urea dengan urease. Pada metode
ini, urea dipecah dengan enzim urease menghasilkan CO2 dan amonia.
Selanjutnya amonia yang dibebaskan ditetapkan kadarnya dengan reagen Berthelot.
Belum diketahui adanya senyawa lain dalam tubuh yang mengalami pemecahan yang
sama dengan urea, oleh karena itu metode ini mempunyai spesifitas yang tinggi
terhadap urea. Metode ini paling sering digunakan. Prinsip dari metode ini
sebagai berikut :
O
H2N—C—NH2
+ 2H2O urease 2 NH4+ + 2 HCO-
Amonia yang dihasilkan ditetapkan kadarnya dengan
metode Berthelot. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
I. NH3 +
HOCl H2NCl + H2O (pH > 7,5)
As. hipoklorit Kloramin
[Fe(CN)5NO]2- + 2 OH- [Fe(CN)5NO2]4-
+ H2O [Fe(CN)5H2O]3-
+
NO2-
Nitroprusid
nitritopentasianoferat aquapentasianoferat
II. [Fe(CN)5H2O]3- + H2NCl kompleks + fenol
Pembentukan
monokloramin berlangsung paling cepat pada pH 10.5, sedangkan pada pH > 11.5
berjalan sangat lambat dan pada pH < 10.5 produk monokloramin yang terbentuk
cepat terdekomposisi. Oleh karena itu reaksi hendaknya dilakukan pada pH 10.5 –
11.5. Sensitifitas reaksi dapat ditingkatkan mensubstitusi posisi 2 dari cincin
fenol dengan donor elektron. Senyawa yang direkomendasikan adalah 2-klorofenol.
Untuk tujuan klinik, salisilat terbukti cukup sensitif.
Pengukuran kadar amonia
dengan metode Berthelot sangat sensitif dan mempunyai koefisien ekstingsi molar
(ε) sebesar 20000. Selain itu metode ini memiliki spesifisitas yang tinggi
terhadap ion amonium. Reaksi berjalan lambat tapi dapat ditingkatkan dengan
penambahan agen pengkopling, seperti Na-nitroprusid (Anonim, 2010).
10.4
Alat dan Bahan
a.
Alat
Pipet ukur
Tabung reaksi
Pipet tetes
Ball filler
b.
Bahan
Serum/plasma
Standar BUN (Blood Urease Nitogen) 20 mg/dl (Bio
analitika®)
Urease 4000 U/I
Buffer EDTA pH 6,5
Reagen I :
Fenol 15
g/L
Na-nitroprussid 0,5
g/L
Reagen II :
NaOCl 0,5
g/L
NaOH 6,0
g/L
10.5
Cara Kerja
Tabung reaksi yang akan digunakan disiapkan
↓
Dimasukkan
bahan-bahan ke dalam tabung reaksi (sesuai tabel)
Bahan
|
Tes (T) B
|
Tes (T) D
|
Blanko
tes (BlT) B
|
Blanko
tes (BlT) D
|
Standar
(St)
|
Blangko
standar (Blst)
|
Urease, ml
|
0,10
|
0,10
|
-
|
-
|
0,10
|
-
|
Standar, ml
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,01
|
0,01
|
Serum B , ml
|
0,01
|
-
|
0,01
|
-
|
-
|
-
|
Serum D , ml
|
-
|
0,01
|
-
|
0,01
|
-
|
-
|
↓
Dicampur
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit
↓
Reagen-reagen
dalam tabel ditambahkan berturut-turut
Reagen
|
Tes B
|
Tes D
|
BlT B
|
BlT D
|
St
|
Blst
|
Reagen I,
ml
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Reagen
II, ml
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
↓
Dicampur
dan didiamkan pada suhu kamar selama 20 menit
↓
Dibaca
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm (540-620 nm). Sebagai
titik nol digunakan aquadest.
10.6
Hasil Pemeriksaan &
Interpretasi Hasil
Absorbansi aquadest = 0,000
Serum B
|
Absorbansi
|
Tes
|
0,118
|
Blanko tes
|
0,104
|
Standar
|
0,066
|
Blanko standar
|
0,092
|
Serum D
|
Absorbansi
|
Tes
|
0,122
|
Blanko tes
|
0,104
|
Standar
|
0,066
|
Blanko standar
|
0,092
|
Perhitungan
a.
Mg % BUN =
Mg%BUN tes B =
=
= 10,76 mg %
Mg% BUN tes D=
=
= 0,76 mg %
b.
Mengubah mg
% BUN menjadi mmol/L BUN
mmol/L BUN Test B = mg % BUN x 0,357
= 10,76 mg% x 0,357
= 3,841 mmol/L
mmol/L BUN Test D = mg % BUN x 0,357
= 0,76 mg% x 0,357
= 0,271 mmol/L
c.
Mengubah
BUN menjadi mg % ureum
Mg % ureum test B = mg % BUN x 2,14
= 10,76 mg % x 2,14
= 23,026 mg % ureum
Mg % ureum test B = mg % BUN x 2,14
= 0,76 mg% x 2,14
= 1,626 mg % ureum
Nilai normal = 5 - 20 mg% BUN atau 3,3 – 7,7
mmol/L BUN (Dewi dkk, 2011).
10.7
Pembahasan
Urea merupakan molekul
dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi asam amino dalam hati. Penentuan
kadar urea dalam serum dalam analisis klinik bermanfaat untuk mengetahui
kondisis disfungsi ginjal (gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, penyumbatan
pada ginjal) dan pada kondisi yang tidak berkaitan dengan penyakit ginjal (
gagal jantung kongesti, kondisi pasca bedah/operasi, hipotensi).
Penetapan kadar urea
dalam serum dilakukan dengan menggunakan metode Bertholet. Pada metode ini,
urea dipecah dengan enzim urease menghasilkan CO2 dan amonia.
Setelah dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi reaksi yang menghasilkan
suatu kompleks yang absorbansinya dapat diukur dengan spektrofotometer UV-VIS.
Pada praktikum ini
digunakan dua serum test yang akan diuji yaitu test B dan D. Ke dalam tabung
reaksi, masing-masing 0,01 mL serum test B dan D dan standar BUN yang telah
disediakan ditambahkan urease sebanyak 0,10 mL. Blanko sampel dan blanko
standar sebanyak 0,01 mL dimasukkan ke tabung reaksi yang berlainan. Didiamkan
selam 20 menit pada suhu 37oC. Kemudian, ke dalam 4 tabung tersebut,
ditambahkan reagen I (fenol 15 g/L, Na-nitroprussid 0,5 g/L) dan reagen II (
NaOCl 0,5 g/L, NaOH 6,0 g/L), masing-masing sebanyak 2,5 mL. Didiamkan kembali
selama 20 menit pada suhu kamar.
Setelah didiamkan
selama 20 menit, dibaca absorbansinya pada spektrofotometer UV-vis. Panjang
gelombang pengukuran yang digunakan merupakan panjang gelombang maksimum, yaitu
546 nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan
nilai absorbansi yang paling besar. Pengukuran absorbansi test B dan D dilanjutkan dengan mengukur
absorbansi dari blanko test B dan D, blanko standar, dan standar. Dari hasil
pengukuran, didapatkan nilai absorbansi seperti pada table hasil pengamatan.
Nilai absorbansi yang
diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung mg % BUN serum test, dimana
diperoleh mg % BUN test B adalah 10,76 mg % dan untuk test D adalah 0,76 mg %.
Angka normal BUN yaitu 5-20 mg/dL BUN. Hai ini berarti test B memiliki kadar
ureum normal karena berada pada rentang normal, sedangkan untuk test D
menunjukkan bahwa kadar ureum dalam serum rendah dan berada di bawah normal.
Pada test B dengan
kadar ureum pada rentang normal dapat dikatakan pasien memiliki kondisi
seimbang antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea
oleh ginjal dimana sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil
hilang dalam keringat dan feses. Pada test D kadar ureum berada di bawah
rentang normal, penyebab paling sering pada kejadian ini adalah membesarnya
volume plasma (Baron, 1995).
No comments:
Post a Comment