Pages

Pages

22 June 2012

Uji Kadar Ureum Serum : Metode Bertholet


 Uji Kadar Ureum Serum : MetodeBertholet
10.1          Tujuan
Menetapkan kadar ureum dalam serum atau plasma dengan metode Bertholet.

10.2          Metode yang Digunakan
Metode Bertholet

10.3          Prinsip Pemeriksaan
Urea dalam sampel dengan bantuan enzim urease akan menghasilkan amonia dan karbondioksida. Setelah dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi reaksi yang menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya akan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.
Urea adalah molekul kecil dengan struktur kimia sebagai berikut :
                                                                          O
Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil sekitar 25 g urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea (Sacher, 2002). Jika kuantitas urea melebihi batas normal akan mengakibatkan tingginya kandungan urea dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal (Khairi, 2005).
Pada orang sehat yang makanannya sering mengandung banyak protein, nitrogen urea darah biasanya berada di batas atas rentang normal. Kadar BUN yang rendah umumnya dianggap abnormal. Hal ini mungkin mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Kadar BUN yang sangat rendah merupakan temuan penting pada penyakit hati yang berat, yang mengisyaratkan bahwa hati tidak mampu membentuk urea dari amonia dalam sirkulasi.
Kondisi kadar urea yang tinggi disebut uremia. Penyebab uremia tersering adalah gagal ginjal yang menyebabkan gangguan ekskresi. Azotemia mengacu kepada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah pada gagal ginjal. Uremia prarenal berarti peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi darah oleh glomerulus. Mekanisme-mekanisme ini mencangkup penurunan mencolok aliran darah ke ginjal seperti pada syok, dehidrasi, atau peningkatan katabolisme protein seperti perdarahan masif ke dalam saluran cerna disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan. Uremia pascarenal terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian bawah di ureter, kandung kemih, atau uretra yang mencegah ekskresi urin. Urea di dalam urin yang tertahan dapat berdifusi kembali ke dalam aliran darah. Penyebab uremia di ginjal mencakup penyakit atau toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal.
Tes BUN adalah tes yang mengukur jumlah nitrogen pada darah yang berasal dari produk limbah urea karena itu merupakan pengukuran tidak langsung dari urea dalam aliran darah. Urea dibentuk ketika terjadi pemecahan protein di dalam tubuh. Urea diproduksi di dalam hati dan diekskresi melalui urin. Sebelum melakukan tes BUN, sebaiknya hindari mengkonsumsi banyak daging atau protein lain dalam 24 jam sebelum tes berlangsung. Tes BUN berfungsi untuk :
a.       Untuk memastikan bahwa ginjal masih bekerja secara normal.
b.      Untuk memastikan apakah penyakit ginjal yang diderita semakin parah.
c.       Untuk mengevaluasi pengobatan terhadap penyakit ginjal
d.      Untuk memastikan apakah terjadi dehidrasi berat. Dehidrasi biasanya menyebabkan tingkat BUN meningkat lebih dari kadar kreatinin. Penyakit ginjal atau penyumbatan aliran urin dari ginjal dapat menyebabkan meningkatnya nilai BUN dan kadar kreatinin.
Jika ginjal tidak dapat mengekskresikan urea dari darah secara normal, maka nilai BUN akan meningkat. Kerusakan hati, dehidrasi, atau diet tinggi protein juga dapat meningkatkan nilai BUN. Penurunan nilai BUN secara normal terjadi pada trimester kedua atau ketiga pada kehamilan. Nilai BUN normal adalah sebagai berikut :
Usia
mg / dL
Dewasa
 8-23
Anak
5-15
Kehamilan
5-12 
Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang umum digunakan. Nilai normal BUN sebenarnya dapat berbeda-beda  dari lab ke lab dan tergantung jenis protokol pengujian. Interpretasi nilai BUN yang melebihi normal :
1.      Nilai BUN yang tinggi dapat berarti terjadi luka atau penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, pielonefritis atau syok. Kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh diabetes atau tekanan darah tinggi yang secara langsung mempengaruhi ginjal. Tingkat BUN yang tinggi juga bisa disebabkan oleh penyumbatan saluran kemih (oleh batu ginjal atau tumor) atau aliran darah ke ginjal yang rendah yang disebabkan oleh dehidrasi atau gagal jantung.
2.      Terdapat banyak obat-obatan yang dapat menyebabkan meningkatkan nilai BUN.
3.      Nilai BUN yang tinggi dapat disebabkan oleh diet tinggi protein, penyakit Addison, kerusakan jaringan (misalnya terjadi luka bakar), atau terjadi perdarahan di saluran pencernaan.
4.      Rasio BUN-kreatinin yang tinggi terjadi dengan tiba-tiba (akut) pada gagal ginjal, yang mungkin disebabkan oleh shock atau dehidrasi parah. Sebuah penyumbatan pada saluran kemih (seperti batu ginjal) bisa menyebabkan rasio BUN-kreatinin yang tinggi. Sebuah rasio tinggi BUN-kreatinin sangat mungkin disebabkan oleh perdarahan di saluran pencernaan atau saluran pernafasan.
Interpretasi nilai BUN yang dibawah rasio normal :
1.        Nilai BUN yang rendah dapat disebabkan oleh diet sangat rendah protein, kekurangan gizi, atau kerusakan hati yang parah.
2.        Minum cairan berlebihan dapat menyebabkan hidrasi berlebih dan menyebabkan nilai BUN yang rendah.
3.        Perempuan dan anak-anak memiliki kadar BUN yang lebih rendah daripada pria karena terkait pemecahan protein dalam tubuh.
4.        Rasio BUN-kreatinin yang rendah dapat disebabkan oleh diet rendah protein, cedera otot berat yang disebut rhabdomyolysis, kehamilan, sirosis, atau sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH = syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion). SIADH kadang-kadang dikaitkan dengan penyakit paru-paru, kanker, penyakit pada sistem saraf pusat, dan penggunaan obat-obat tertentu.
                                                                                                (Anonim, 2001)
Pengukuran kadar urea nitogen dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin, salah satu metode yang digunakan yaitu pengukuran kadar amonia yang dihasilkan dari reaksi urea dengan urease. Pada metode ini, urea dipecah dengan enzim urease menghasilkan CO2 dan amonia. Selanjutnya amonia yang dibebaskan ditetapkan kadarnya dengan reagen Berthelot. Belum diketahui adanya senyawa lain dalam tubuh yang mengalami pemecahan yang sama dengan urea, oleh karena itu metode ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap urea. Metode ini paling sering digunakan. Prinsip dari metode ini sebagai berikut :
                                          O
                         
H2N—C—NH2  + 2H2O      urease     2 NH4+ + 2 HCO-
Amonia yang dihasilkan ditetapkan kadarnya dengan metode Berthelot. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
I. NH3      +    HOCl                             H2NCl      +      H2O (pH > 7,5)
As. hipoklorit                 Kloramin

[Fe(CN)5NO]2- + 2 OH-                [Fe(CN)5NO2]4- + H2O              [Fe(CN)5H2O]3- +
NO2-
                        Nitroprusid                    nitritopentasianoferat            aquapentasianoferat
II. [Fe(CN)5H2O]3- + H2NCl         kompleks + fenol

Pembentukan monokloramin berlangsung paling cepat pada pH 10.5, sedangkan pada pH > 11.5 berjalan sangat lambat dan pada pH < 10.5 produk monokloramin yang terbentuk cepat terdekomposisi. Oleh karena itu reaksi hendaknya dilakukan pada pH 10.5 – 11.5. Sensitifitas reaksi dapat ditingkatkan mensubstitusi posisi 2 dari cincin fenol dengan donor elektron. Senyawa yang direkomendasikan adalah 2-klorofenol. Untuk tujuan klinik, salisilat terbukti cukup sensitif.
Pengukuran kadar amonia dengan metode Berthelot sangat sensitif dan mempunyai koefisien ekstingsi molar (ε) sebesar 20000. Selain itu metode ini memiliki spesifisitas yang tinggi terhadap ion amonium. Reaksi berjalan lambat tapi dapat ditingkatkan dengan penambahan agen pengkopling, seperti Na-nitroprusid (Anonim, 2010).

10.4          Alat dan Bahan
a.      Alat
Pipet ukur
Tabung reaksi
Pipet tetes
Ball filler


b.      Bahan
Serum/plasma
Standar BUN (Blood Urease Nitogen) 20 mg/dl (Bio analitika®)
Urease 4000 U/I
Buffer EDTA pH 6,5
Reagen I :
Fenol                     15 g/L
Na-nitroprussid     0,5 g/L
Reagen II :
NaOCl                   0,5 g/L
NaOH                   6,0 g/L

10.5          Cara Kerja
Tabung reaksi yang akan digunakan disiapkan
Dimasukkan bahan-bahan ke dalam tabung reaksi (sesuai tabel)
Bahan
Tes (T) B
Tes (T) D
Blanko tes (BlT) B
Blanko tes (BlT) D
Standar (St)
Blangko standar (Blst)
Urease, ml
0,10
0,10
-
-
0,10
-
Standar, ml
-
-
-
-
0,01
0,01
Serum B , ml
0,01
-
0,01
-
-
-
Serum D , ml
-
0,01
-
0,01
-
-
Dicampur dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit
Reagen-reagen dalam tabel ditambahkan berturut-turut
Reagen
Tes B
Tes D
BlT B
BlT D
St
Blst
Reagen I, ml
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Reagen II, ml
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Dicampur dan didiamkan pada suhu kamar selama 20 menit
Dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm (540-620 nm). Sebagai titik nol digunakan aquadest.

10.6          Hasil Pemeriksaan & Interpretasi Hasil
Absorbansi aquadest = 0,000
Serum B

Absorbansi
Tes
0,118
Blanko tes
0,104
Standar
0,066
Blanko standar
0,092

Serum D

Absorbansi
Tes
0,122
Blanko tes
0,104
Standar
0,066
Blanko standar
0,092

Perhitungan
a.       Mg % BUN =
Mg%BUN tes B =
=
= 10,76 mg %
Mg% BUN tes D=
=
= 0,76 mg %
b.      Mengubah mg % BUN menjadi mmol/L BUN
mmol/L BUN Test B        = mg % BUN x 0,357
= 10,76 mg% x 0,357
= 3,841 mmol/L
mmol/L BUN Test D        = mg % BUN x 0,357
= 0,76 mg% x 0,357
= 0,271 mmol/L
c.       Mengubah BUN menjadi mg % ureum
Mg % ureum test B           = mg % BUN x 2,14
= 10,76 mg % x 2,14
= 23,026 mg % ureum
Mg % ureum test B           = mg % BUN x 2,14
= 0,76 mg% x 2,14
= 1,626 mg % ureum
Nilai normal = 5 - 20 mg% BUN atau 3,3 – 7,7 mmol/L BUN (Dewi dkk, 2011).

10.7          Pembahasan
Urea merupakan molekul dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi asam amino dalam hati. Penentuan kadar urea dalam serum dalam analisis klinik bermanfaat untuk mengetahui kondisis disfungsi ginjal (gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, penyumbatan pada ginjal) dan pada kondisi yang tidak berkaitan dengan penyakit ginjal ( gagal jantung kongesti, kondisi pasca bedah/operasi, hipotensi).
Penetapan kadar urea dalam serum dilakukan dengan menggunakan metode Bertholet. Pada metode ini, urea dipecah dengan enzim urease menghasilkan CO2 dan amonia. Setelah dicampur dengan pereaksi I dan II akan terjadi reaksi yang menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya dapat diukur dengan spektrofotometer UV-VIS.
Pada praktikum ini digunakan dua serum test yang akan diuji yaitu test B dan D. Ke dalam tabung reaksi, masing-masing 0,01 mL serum test B dan D dan standar BUN yang telah disediakan ditambahkan urease sebanyak 0,10 mL. Blanko sampel dan blanko standar sebanyak 0,01 mL dimasukkan ke tabung reaksi yang berlainan. Didiamkan selam 20 menit pada suhu 37oC. Kemudian, ke dalam 4 tabung tersebut, ditambahkan reagen I (fenol 15 g/L, Na-nitroprussid 0,5 g/L) dan reagen II ( NaOCl 0,5 g/L, NaOH 6,0 g/L), masing-masing sebanyak 2,5 mL. Didiamkan kembali selama 20 menit pada suhu kamar.
Setelah didiamkan selama 20 menit, dibaca absorbansinya pada spektrofotometer UV-vis. Panjang gelombang pengukuran yang digunakan merupakan panjang gelombang maksimum, yaitu 546 nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi yang paling besar. Pengukuran absorbansi test B dan D dilanjutkan dengan mengukur absorbansi dari blanko test B dan D, blanko standar, dan standar. Dari hasil pengukuran, didapatkan nilai absorbansi seperti pada table hasil pengamatan.
Nilai absorbansi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung mg % BUN serum test, dimana diperoleh mg % BUN test B adalah 10,76 mg % dan untuk test D adalah 0,76 mg %. Angka normal BUN yaitu 5-20 mg/dL BUN. Hai ini berarti test B memiliki kadar ureum normal karena berada pada rentang normal, sedangkan untuk test D menunjukkan bahwa kadar ureum dalam serum rendah dan berada di bawah normal.
Pada test B dengan kadar ureum pada rentang normal dapat dikatakan pasien memiliki kondisi seimbang antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal dimana sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses. Pada test D kadar ureum berada di bawah rentang normal, penyebab paling sering pada kejadian ini adalah membesarnya volume plasma (Baron, 1995).

No comments:

Post a Comment