Pages

Pages

25 November 2012

Review artikel : Formulation and Evaluation of pH-triggered In Situ Gelling System of Levofloxacin


1.      Pengaruh pH pada sediaan tetes mata
            Idealnya pH sediaan tetes mata harus ekuivalen dengan cairan mata, yaitu 7,4. Dalam pemilihan pH perlu yang dipehatikan yaitu pH optimum untuk kestabilan zat aktif dan bersifat inert. Untuk mencapai pH tersebut dapat ditambahkan agen pendapar dan perlu diperhatikan kesesuaian dan kestabilannya. Bila digunakan sistem dapar, dimana pemilihan dapar tidak menyebabkan presipitasi atau menurunkan aktivitas zat aktif (WHO, 2003). Dapar digunakan dalam suatu larutan untuk mata karena beberapa alasan antara lain: untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien, untuk menjamin kestabilan obat, dan untuk mengawasi aktivitas terapetik bahan obat (Ansel, 2008). Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat isotonis dengan menggunakan natrium hidroksida secukupnya (DepKes RI, 1979). 
Air mata mempunyai kapasitas dapar tertentu. Penggunaan obat mata akan merangsang pengeluaran air mata dan penetralan cepat setiap kelebihan ion hidrogen atau ion hidroksil dalam kapasitas pendaparan air mata. Jika hanya satu atau dua tetes larutan yang mengandung
obat tersebut diteteskan pada mata, pendaparan oleh air mata biasanya cukup untuk menaiikan pH sehingga tidak terlalu merangsang mata. Dalam beberapa hal, pH dapar berkisar antara 3,5 dan 8,5 (DepKes RI, 1995). Bila pH sediaan terlalu asam dapat menyebabkan iritasi dan bila terlalu basa dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme.
            Dalam jurnal formula sediaan tetes mata menggunakan zat aktif levofloxacin dengan variasi konsentrasi carbopol dan HPMC, pH sediaan yang ingin dicapai adalah berada pada rentang 6,0-6,4 dimana rentang ini diinginkan pada formulasi mata dengan in situ gelling agent (Sathali et al, 2011). Pada rentang pH tersebut zat aktif (levofloxacin) dalam keadaan stabil dan kelarutannya meningkat. Kelarutan levofloxacin konstan (200 mg/mL) pada rentang pH 2 sampai 5, sehingga levofloxacin larut sempurna pada rentang ini. Pada pH lebih dari 5,5 kelarutannya meningkat cepat sekitar 300 mg/mL sampai mencapai maksimum pada pH 6,5. Sementara pada pH lebih dari 6,5 kelarutannya menurun dan mencapai nilai minimum (sekitar 30 mg/mL) pada pH sekitar 7,5 (Koeppe et al, 2011). Oleh karena itu pH sediaan tidak dibuat melebihi pH 6,5. Untuk mengatur dan mempertahankan pH optimal tersebut ditambahkan agen pendapar. Salah satu tujuan pendaparan larutan obat mata adalah untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah kaca (DepKes RI, 1995). Dalam formulasi, yang berfungsi sebagai dapar adalah Dinatrium Hidrogen Fosfat (Na2HPO4). Pemilihan dapar ini dapat memberikan suatu pH berkisar antara 5,9-8,0 (Ansel, 2008). Oleh karena itu dapar ini dipilih karena mampu menghasilkan pH yang diinginkan dalam sediaan tetes mata tersebut. Selain itu larutan Na2HPO4 bersifat stabil, dapat disterilisasi dengan autoklaf (Rowe et al, 2009) dan inert dengan bahan lain yang digunakan. Selanjutnya dilakukan evaluasi pH dengan pH meter dan diperoleh hasil pengukuran pH sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengukuran pH
            Dari tabel tersebut dilihat pengaruh pH terhadap kapasitas gel yang dihasilkan. Kapasitas gel yang paling tinggi dihasilkan dalam Formula 1, 3, dan 5 dengan pH 6,0-6,2. Perbedaan hasil pembentukan kapasitas gel ini dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi penambahan gelling agent yaitu carbopol dan jenis HPMC. Perbedaan penambahan gelling agent in situ tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:



Tabel 2. Formulasi Sediaan Tetes Mata Sistem Gel yang Dibuat
Bahan (%b/v)
F1
F2
F3
F4
F5
F6
Carbopol 940
0,5
0,25
0,5
0,25
0,5
0,25
HPMC-K4M
0,6
0,6
-
-
-
-
HPMC-E50LV
-
-
1,5
1,5
-
-
HPMC-E15LV
-
-
-
-
1,5
1,5

            Pembentukkan kapasitas gel yang baik/ tinggi terlihat pada rentang pH 6,0-6,2 bila digunakan penambahan carbopol 940 dengan konsentrasi 0,5 % b/v. Terbentuknya gel disebabkan oleh adanya gelling agent kombinasi antara carbopol dan HPMC dan dipengaruhi oleh pH sediaan yang berbeda dengan pH cairan mata. Carbopol adalah polimer poliacrilic acid (PAA) yang dalam larutan aqueous dapat berubah menjadi gel apabila terjadi peningkatan pH atau pKa sekitar 5,5 (Gupta and Vyas, 2010). Sediaan tetes mata levofloxacin dalam formulasi ini mempunyai rentang 6,0-6,2, setelah diaplikasikan pada mata pH tersebut akan dinaikkan oleh cairan mata dimana cairan mata mempunyai pH yang lebih tinggi yaitu 7,4 sehingga sediaan yang telah diteteskan akan berubah dari cairan menjadi gel. Kemampuan menaikkan pH ini terjadi karena air mata mempunyai kapasitas dapar tertentu dan cenderung membuat benda asing yang masuk dinetralkan atau dibuat sesuai dengan kondisi fisiologisnya dengan tujuan tidak terlalu merangsang mata. Bentuk ini akan berada lama dalam konjungtiva dan memberikan pelepasan yang lepas lambat serta dapat meningkatkan bioavailabilitas zat aktif.
            Selain dilihat dari kapasitas terbentuknya gel, hasil evaluasi sediaan juga melihat penampilan, clarity (kejelasan) dan persentase kandungan obat. Dari pengujian yang diperoleh pada jurnal bahwa sediaan pada formula 1 yang menunjukkan pH sediaan 6,0 mempunyai hasil yang baik, dimana selain kapasitas pembentukkan gelnya yang baik, penapilan sediaan yang berwarna kuning terang juga sesuai dengan pemerian dari zat aktif. Levofloxacin berwarna kuning sampai kuning terang (Moffat et al, 2005). Disamping itu clarity sediaannya clear dan persentase kandungan obatnya mendekati 100% yaitu 99,72%, dimana hasil ini lebih besar dibandingkan Formula 3 dan 5 yang menggunakan penambahan konsentrasi carbopol dan kapasitas terbentuknya gel sama, yang membedakan adalah pH sediaan yang diperoleh.
Untuk mengetahui pH yang optimal digunakan dalam formulasi sediaan dari 3 formulasi yang kapasitas terbentuk gelnya baik maka dihitung % ionisasi zat aktif levofloxacin (pKa 5,5) pada pH tersebut yaitu pH 6,0-6,2, dimana hasil perhitungan sebagai berikut :

pH 6,0
% ionisasi       =  x 100%
                       =  x 100%

                       = 75,98 %

pH 6,1
% ionisasi       =  x 100%
                       =  x 100%

                       = 79,92 %
pH 6,2
% ionisasi       =  x 100%
                       =  x 100%

                       = 83,37 %

Hasil % ionisasi tertinggi pada pH 6,2 sehingga pH tersebut dikatakan optimal untuk formulasi sediaan dengan in situ gelling agent.

2.      Pengaruh Konsentrasi Zat Penambah Viskositas terhadap Pelepasan Obat dan Penampilan Sediaan
Untuk membuat sediaan dengan sistem geling in situ, perlu ditambahkan bahan penambah viskositas. Sistem In Situ Gelling dalam pembuatan tetes mata  melibatkan kombinasi polimer yang dapat menunjukan fase transisi sol-to-gel (Kavitha and Rajas, 2011).
Dalam teknologi formulasi sediaan steril khususnya sediaan tetes mata telah ditemukan sebuah pendekatan baru yaitu sistem In Situ Gelling pada tetes mata. Sistem ini mencoba untuk menggabungkan keunggulan dari dua bentuk sediaan yaitu larutan dan gel. Sediaan ini berbentuk larutan yang akan mengalami gelasi segera ketika kontak dengan mata. In Situ Gelling pembentuk hidrogel merupakan larutan yang secara bertahap mengalami fase transisi di ocular (mata) untuk membentuk gel viskoelastik. Sistem penghantaran obat tetes mata ini dibuat dari polimer yang menunjukkan fase transisi reversibel (sol ke gel).
In Situ Gelling dapat diformulasikan sebagai suatu bentuk sediaan cair yang cocok untuk meningkatkan waktu kontak pre-kornea dan meningkatkan bioavailabilitas ocular dibandingkan dengan sediaan tetes mata konvensional serta dapat ditoleransi lebih baik oleh pasien daripada penggunaan sisipan atau salep mata.
Keuntungan dalam In Situ Gelling yaitu:
·         Umumnya lebih nyaman daripada sisipan mata yang tidak larut atau larut. Tidak menimbulkan gangguan penglihatan dibandingkan dengan penggunaan salep.
·         Peningkatan bioavailabilitas karena  waktu kontak dengan okular lebih lama.
·         Penurunan drainase nasolacrimal obat karena penyerapan sistemik dari obat melalui saluran nasolakrimal berkurang.
  (Preetha et al, 2010)
Menurut metode yang digunakan untuk menimbulkan perubahan fase transisi dari sol ke  gel pada permukaan mata, dapat digunakan jenis sistem gelasi antara lain:
·         pH Triggered In Situ Gelation
Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam sistem ini antara lain, Selulosa Asetat Ftalat (CAP) lateks, Carbopol, Polymethacrilic Asam (PMMA), Polietilen glikol (PEG), dan pseudolatexes. Polyacrilic acid (Carbopol 940) digunakan sebagai  agen pembentuk gel dalam kombinasi dengan Hidroksipropilmetilselulosa (Methocel E50LV) yang bertindak sebagai suatu agen untuk meningkatkan viskositas. Formulasi dengan sistem pH Triggered In Situ Gelation dapat meningkatakan efikasi terapi, stabil, non-iritan dan memberikan pelepasan obat berkelanjutan selama jangka waktu lebih lama daripada  tetes mata konvensional. Contoh lain seperti selulosa asetat ftalat contoh (CAP) merupakan polimer yang mengalami koagulasi ketika pH asli larutan (4,5) ditingkatkan menjadi 7,4 oleh air mata.
·         Temperature Triggered In Situ Gelation
Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam sistem ini antara lain, kitosan, pluronics, tetronics, xyloglucans, selulosa atau hidroksipropilmetil hypromellose (HPMC). Sistem ini dirancang untuk menggunakan  Poloxamer sebagai vehicle untuk menghantarkan obat tetes mata menggunakan pembentukan sistem in situ gel. Suhu gelasi kopolimer  dapat ditentukan dengan mengukur suhu di mana imobilitas meniskus di setiap larutan harus diketahui terlebih dahulu. Bioadhesive dan panas pembentuk gel dari kopolimer  diharapkan menjadi pembawa obat yang  baik untuk dapat menghantarkan obat secara berkelanjutan ke permukaan mata. Contoh lain yaitu poloxamer-407 (a polyoxyethylenepolyoxypropylene blok kopolimer, Pluronic F- 127 ®) adalah polimer dengan viskositas larutan yang meningkat ketika suhu mata ditingkatkan.

·         IonActivated Systems (Osmotically Induced Gelation)
Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam sistem ini antara lain gelrite, gellan, hyaluronic acid, dan alginat. Alginat (Kelton) digunakan sebagai  gelling agen dalam kombinasi dengan HPMC (Methocel E50Lv) yang bertindak sebagai agen peningkat viskositas. Gelrite gellan gum, merupakan vehicle tetes mata yang dapat melebur dengan adanya kation mono atau divalen, cairan lachrymal dapat digunakan sendiri dan dalam kombinasi dengan natrium alginat sebagai gelling agent.
·         UV induced gelation
·         Solvent exchange induced gelation
                                                                                                             (Rathore, 2010)
Menurut Preetha, et al (2010), formulasi sediaan tetes mata natrium diklofenak sistem gelling in situ dibuat dengan kombinasi beberapa polimer seperti: hydroxyl propyl methyl cellulose (HPMC), hydroxyl propyl cellulose (HPC), hydroxyl ethyl cellulose (HEC), dan carbopol. Mohanambal (2011) dalam jurnalnya juga menggunakan kombinasi carbopol, HPMC-K4M, HPMC-E50MV, HPMC-E15LV dalam formulasi sistem geling in situ sediaan tetes mata levofloxacin.

·           Carbopol (Carbomer/ Acrypol/ Acrylic acid polymer) 940
Mengandung tidak kurang dari 56,0 % dan tidak lebih dari 68,0 % Acrylic acid (-COOH) (USP, 2007). Carbopol digunakan sebagai material bioadesif; agen controlled release; agen pengemulsi, rheologi modifier, agen pensuspensi. (Rowe et al, 2009). Sebagai gelling agen, carbopol digunakan dalam rentang 0,5-2,0 % (Rowe et al, 2009).
Carbopol digunakan  dalam formulasi sediaan larutan sebagai rheologi modifier. Secara terapetis, formulasi carbopol ternyata terbukti memiliki efikasi dalam menyembuhkan gejala dari sindrom mata kering dari sedang hingga parah (Rowe et al, 2009).

·           Hydroxyl propyl methyl cellulose (HPMC)/ Hypromellose
HPMC digunakan sebagai material bioadesif, agen pendispersi, agen substained release, agen peningkat viskositas. Hypromellose pada konsentrasi antara 0,45-1,0% dapat ditambahkan sebagai thickening agent dalam sisitem penghantaran sediaan tetes mata dan sediaan cairan/air mata buatan (Rowe et al, 2009).
HPMC terbagi atas beberapa tipe dan masing-masing tipe tersebut memiliki viskositas yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini:



Tabel 3. Perbedaan Viskositas Tipe-tipe HPMC
(Rowe et al, 2009).
Pengaruh konsentrasi carbopol dan HPMC dalam formulasi sediaan tetes mata levofloxacin dengan sistem gel in situ dapat dilihat dari hasil pengujiaan sediaan. Adapun formulasi yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat dari tabel dibawah ini:



                            Tabel 4. Formulasi Sediaan Tetes Mata Sistem Gel yang Dibuat

Untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi carbopol dan HPMC, dilakukan dengan cara menguji keenam formula diatas pada beberapa parameter, antara lain:  kapasitas gel, pelepasan obat, rheologi, dan aktivitas antimikroba. Berdasarkan uji yang dilakukan, kapasitas gel yang lebih baik ditunjukan oleh formula F1, F3, dan F5 karena memiliki kemampuan gelasi segera dan dapat digunakan untuk extended period. Kapasitas gel yang lebih baik ditunjukan oleh formulasi yang mengandung carbopol sesuai dengan rentang penggunaannya sebagai gelling agent menurut Rowe et al (2009), yaitu 0,5-2,0%. Sebaliknya pada formula F2,F4, dan F6 yang menggunakan carbopol dengan konsentrasi berada dibawah rentang yang dipersyaratkan, sehingga sediaan yang dihasilkan memiliki kapasitas gel yang lebih rendah.
Profil pelepasan obat menunjukan bahwa F3 memberikan efek sustained release yang lebih baik diantara semua formulasi termasuk formula F1, F5, maupun sediaan tetes mata yang telah dipasarkan. Profil pelepasan obat yang berbeda dari masing-masing formulasi tidak terlepas dari pengaruh perbedaan viskositas sediaan akibat penggunaan komposisi dan jenis zat penambah viskositas yang berbeda. Profil pelepasan F3 setelah dibandingkan dengan produk tetes mata pasaran berturut-turut menunjukan nilai 12,49% dan 24,04 % setelah 15 menit pemberian awal dan pelepasan mencapai 32,86% dan 99,05% berturut-turut setelah dua jam pemberian, atau sistem gel in situ ini diperkirakan dapat menghasilkan produk sustained release dengan waktu pelepasan obat hingga 8 jam.
Hasil diatas menunjukan bahwa terjadi perlambatan proses pelepasan obat secara signifikan dengan penggunaan sistem geling in situ dengan penambahan polimer carbopol 940 sebanyak 0,5% dan HPMC E50LV sebanyak 1,5%. Meskipun formula F3 menggunakan carbopol dengan konsentrasi yang sama dengan formula F1 dan F5, akan tetapi campuran dengan  HPMC E50LV ternyata mampu menyebabkan profil pelepasan  substained release yang lebih baik  dibandingkan penggunaan HPMC-K4M dan HPMC-E15LV. Rowe et al (2009) menyatakan bahwa penggunaan 2%b/v HPMC E50LV membentuk sediaan dengan viskositas  50 mpa, sedangkan HPMC-K4M dan HPMC-E15LV berturut-turut membentuk sediaan dengan viskositas 4000 dan 15 mpa; Atau berdasarkan perhitungan matematis, penggunaan HPMC E50LV sebanyak 1,5% dalam formula F3 menunjukan nilai viskositas sebesar 37,5 mpa, sedangkan penggunaan HPMC-K4M 0,6% dan HPMC-E15LV 1,5% pada formula F1 dan F5 menunjukan nilai viskositas berturut-turut 1200 dan 11,5 mpa. Menurut Mohanambal et al (2011), formulasi sistem geling insitu sebelum terbentuk gel harusnya memberikan viskositas sebesar 5-1000 mpa dan setelah terbentuk sistim sol-to-gel di mata, viskositas menjadi kira-kira 50-50.000 mpa.Oleh karena itu Formula F3 memberikan profil pelepasan  sustained release yang lebih baik dibandingkan formula F1 dan F5 karena sesuai rentang viskositas sediaan pre-use yang dipersyaratkan.
Uji rheologi sediaan dilakukan dengan menggunakan viscometer Brookfield (LVDV Pro II) menggunakan spindel S18. Viskositas dari seluruh formulasi berada pada rentang 3-107 cps dengan tipe aliran pseudopastik. Sebagian besar sediaan farmasi, termasuk gom alam dan sintetik lainnya misalnya disperse cair dari tragakan, natrium alginate, metal selulosa dan karboksimetil selulosa, menunjukan aliran pseudoplastis (Martin, 2009).
Dari keseluruhan hasil uji diatas, diketahui bahwa viskositas memegang peranan penting dalam mengontrol pelepasan obat dari sediaannya. Dimana ketika konsentrasi polimer yang digunakan meningkat, pelepasan obat menurun dan sebaliknya, ketika konsentrasi polimer diturunkan maka pelepasan obat justru menjadi meningkat.
BAB III
KESIMPULAN

1.      PH yang cocok untuk sistem gel in situ yang cocok adalah 6,0 – 6,4. Namun pH yang paling optimal yaitu pada pH 6,2
2.      Viskositas memegang peranan penting dalam mengontrol pelepasan obat dari sediaannya. Dimana ketika konsentrasi polimer yang digunakan meningkat, pelepasan obat menurun dan sebaliknya, ketika konsentrasi polimer diturunkan maka pelepasan obat justru menjadi meningkat.
3.      Formula F3 memberikan profil pelepasan  sustained release yang paling baik, dimana formula ini terdiri dari Carbopol 940 : HPMC-E50LV (0,5:1,5 %w/v)



8 comments:

  1. Did you realize there is a 12 word sentence you can say to your crush... that will induce intense feelings of love and impulsive attraction for you deep within his heart?

    Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, admire and guard you with all his heart...

    ====> 12 Words Who Fuel A Man's Love Response

    This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will make him try better than before to make your relationship the best part of both of your lives.

    Matter-of-fact, triggering this mighty instinct is so mandatory to having the best ever relationship with your man that the instance you send your man a "Secret Signal"...

    ...You will instantly find him expose his heart and mind to you in such a way he never experienced before and he will perceive you as the only woman in the world who has ever truly tempted him.

    ReplyDelete