2 February 2012

ANESTESI LOKAL FARMAKOLOGI



 I.PENDAHULUAN
Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. (Sari, 2009)
Anestetik lokal menghilangkan penghantaran saraf ketika digunakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi tepat. Bekerja pada sebagian Sistem Saraf Pusat (SSP)  dan setiap serabut saraf. Kerja anestetik lokal pada ujung saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan  berbagai struktur yang dapat dirangsang berbeda. Serabut saraf motorik mempunyai diameter yang lebih besar daripada serabut sensorik. Oleh karena itu, efek anestetika lokal menurun dengan kenaikan diameter serabut saraf, maka mula-mula serabut saraf sensorik dihambat dan baru pada dosis lebih besar serabut saraf motorik dihambat (Rochmawati dkk, 2009)

Sifat Anestetik Lokal yang Ideal

1. Poten dan bersifat sementara (reversibel)
2. Sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
    (kebanyakan anestetik lokal memenuhi syarat ini).
3. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari tempat
    suntikan.
4. Mula kerja harus sesingkat mungkin.
5. Masa kerja harus cukup lama, sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
    operasi, tetapi tidak sedemikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan.
6. Zat anestetik lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat
    disterilkan tanpa mengalami perubahan.
7. Harganya murah
(Rochmawati dkk, 2009)

Anestetik lokal dibagi menjadi dua golongan
1.      Golongan ester (-COOC-) Kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (nevocaine), tetrakain (pontocaine), kloroprokain (nesacaine). 
2.      Golongan amida (-NHCO-) Lidokain (xylocaine, lignocaine),  mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine). 
(Sari, 2009)

MEKANISME KERJA
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Mekanisme utama aksi anestetik lokal adalah memblokade “voltage-gated sodium channels”.  Membrane akson saraf, membrane otot jantung, dan badan sel saraf memiliki potensial istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong sodium terbuka, dan secara cepat berdepolarisasi  hingga tercapai potensial equilibrium sodium (+40 mV). Akibat dari depolarisasi,, lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong potassium terbuka. Aliran sebelah luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium potassium (kira-kira -95 mV). Repolarisasi mngembalikan lorong sodium  ke fase istirahat. Gradient ionic transmembran dipelihara oleh pompa sodium. Fluks ionic ini sama halnya pada otot jantung, dan dan anestetik local memiliki efek yang sama di dalam  jaringan tersebut (Rochmawati dkk, 2009)
Fungsi sodium channel bisa diganggu oleh beberapa cara. Toksin biologi seperti batrachotoxin, aconitine, veratridine, dan beberapa venom kalajengking berikatan  pada reseptor diantara lorong dan mencegah inaktivasi. Akibatnya terjadi pemanjangan influx sodium melalui lorong  dan depolarisasi dari potensial istirahat. Tetrodotoxin (TTX) dan saxitoxin memblok lorong sodium dengn berikatan kepada chanel reseptor di dekat permukan extracellular.  Serabut  saraf secara  signifikan berpengaruh terhadap blockade  obat anestesi local sesuai ukuran dan derajat mielinisasi saraf. Aplikasi langsung anestetik local pada akar saraf, serat B dan C yang kecil diblok pertama, diikuti oleh sensasi lainnya, dan fungsi motorik yang terakhir diblok (Rochmawati dkk, 2009)
Teknik Pemberian Anestetik Lokal
- Anestesi permukaan
Digunakan pada mukosa / permukaan luka Dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan ke percabangan saraf terminal.  Pada epidermis yang utuh (tidak terluka), maka anestetik lokal hampir tidak berkhasiat karena anestetik lokal hampir tidak menembus lapisan tanduk.
- Anestesi infiltrasi
Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-bataang saraf kecil dihambat.
- Anestesi konduksi
Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn rangsang pada tempat
ini diputuskan.
Contoh : anestesi spinal, anestesi peridural, anestesi paravertebral.
- Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan
Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat dengan bantuan pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetik lokal yang disuntikkan berdifusi  ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit menimbulkan anestesi. Pengosongan darah harus dipertahankan minimum 20-30 menit untuk menghindari aliran ke luar, sejumlah besar anestetik lokal yang berpenetrasi, yang belum ke jaringan. Pada  akhir  pengosongan darah,  efek  anestetik  lokal  menurun  dalam  waktu beberapa menit (Rochmawati dkk, 2009)


    II.TUJUAN
  • Mengetahui efek obat anestesi lokal.
  • Mengetahui onset dan durasi obat anestesi lokal.
  • Mengetahui fungsi adrenalin dalam anestesi lokal.

 III.ALAT DAN BAHAN
  • Hewan percobaan : marmut
  • Bahan :
    1. Lidocain
    2. Adrenalin
§     Alat :
    1. Penggaris
    2. Spidol
    3. Gunting
    4. Spuite 1 cc
    5. Jarum pentul
    6. Alat pengukur waktu

 IV.CARA KERJA
  1. Rambut marmut pada bagian punggung digunting, diameter 1 cm, dilingkari dengan spidol .
  2. Awal respon marmut terhadap nyeri dievaluasi dengan cara jarum pentul ditusukkan pada daerah yang sudah ditandai, sebanyak 5 kali, dengan intensitas yang sama.
  3. Obat anestesi yang akan dicoba yaitu lidocain sebanyak 0,1 cc dan Adrenalin sebanyak 0,1 cc diambil dengan spuite 1 cc.
  4. Secara Intradermal disuntikan pada daerah yang sudah ditandai.
  5. Respon marmut terhadap nyeri seperti pada evaluasi awal diamati, setiap lima menit, sampai 60 menit.
  6. Jumlah tusukan yang tidak dirasakan oleh marmut dicatat pada tabel.

0 comments:

Post a Comment