8 September 2011

Learning Task Trend dan Issue Perawatan Gangguan System Respirasi 04 Desember 2008



1.      Di dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system respirasi, sering terjadi 3 permasalahan utama, yaitu : gangguan bersihan jalan nafas, gangguan pola nafas, dan gangguan pertukaran gas. Jelaskan :
a.       Pengertian masing-masing gangguan tersebut.
b.      Penyebab timbulnya masalah terutama pada kondisi kritis.
c.       Data yang mendukung permasalahan tersebut baik di ruang rawat maupun di ruang intensif.
2.      Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama kematian pasien di ruang perawatan, khususnya pada kasus gangguan respirasi. Disamping sebagai produk kemajuan teknologi kedokteran.
a.       Jelaskan dengan bagan mekanisme terjadinya infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat dengan gangguan respirasi.
b.      Sebutkan sumber agen infeksi.
c.       Jelaskan penyebaran transmisi kuman.
d.      Jelaskan berbagai metode pengendalian infeksi.
3.      Pembersihan bronchus atau jalan nafas merupakan bentuk intervensi yang sering dilaksanakan perawat untuk pasien gangguan system pernafasan.

a.       Identifikasi bentuk latihan nafas dalam untuk pasien gangguan pernafasan.
b.      Apa rasional dari perkusi dada dan vibrasi pada fisioterapi dada.
c.       Apa keuntungan dan kerugian dari manual dengan ambubag dan dengan ventilator dalam hiperinflasi dan hiperoksigenasi sebelum tindakan suction.
d.      Uraikan berbagai cara melakukan jalan nafas buatan.


LAPORAN HASIL SGD
1.      a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah Suatu keadaan dimana seseorang individu  mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif
Penyebab timbulnya masalah :
(1)   Patofisiologi
-          Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yg berlebihan sekunder  akibat : infeksi, fibrosis kistik, influenza
-          Berhubungan dengan imobilitas, sekresi stasis dan batuk tak efektif sekunder  akibat : penyakit sistem pernafasan, depresi ssp, cedera serebrovaskuler, quadriplegi
(2)   Tindakan yang berhubungan
-          Imobilitas sekunder akibat efek sedatif: dari medikasi , anastesia, umum / spinal
-          Supresi refleks batuk
-          Penurunan oksigen dalam udara inspirasi
(3)   Situasional (personal, lingkungan)
-          Imobilitas sekunder akibat pembedahan atau trauma, nyeri, ketakutan, ansietas, keletihan, atau kerusakan persepsi/kognitif
-          Kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah
-          Menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respon inflamasi,dan peningkatan pembentukan lendir , sekunder akibat merokok, pernafasan mulut.
Data pendukung :
(1)   Mayor :
-          Batuk tak efektif/tidak ada batuk
-          Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas
(2)   Minor :
-          Bunyi nafas abnormal
-          Frekuensi, irama, kedalaman pernafasan abnormal

b. Ketidakefektifan pola pernafasan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernafasan.
Penyebab timbulnya masalah : Sama dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Data pendukung :
(1)   Mayor :
-          Perubahan dalam frekuensi/pola pernafasan
-          Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)
(2)   Minor :
ú  Ortopnea
ú  Takipnea ,hyperpnea, hiperventilasi
ú  Pernafasan disritmik
ú  Pernapasan sukar/berhati - hati
c. Kerusakan pertukaran gas adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (oksigen dan karbon dioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru – paru dan sistem vaskular
Penyebab timbulnya masalah : Sama dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Data pendukung :
(1)   Mayor : dispnea saat melakukan latihan
(2)   Minor :
-          Konfusi/agitasi
-          Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, satu tangan pada setiap lutut, condong kedepan)
-          Bernapas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
-          Letargi dan keletihan
-          Peningkatan tahanan vaskular pulmonal (peningkatan tahanan arteri, ventrikel kanan/kiri)
-          Penurunan motilitas lambung, pengosongan lambung lama
-          Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi oksigen, peningkatan PCO2, seperti yg diperlihatkn oleh hasil AGD
-          Sianosis

2.      Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu dari tempat yang paling mungkin mendapat infeksi, karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotic.
Infeksi iatrogenic adalah jenis infeksi nosokomial yang disebabkan oleh prosedur diagnostic atau terapeutik. Infeksi nosokomial dapat secara eksogen (didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal, mis. Salmonella, Clostridium tetani) dan secara endogen (dapat terjadi bila sebagian dari flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan).
Tempat utama untuk infeksi nosokomial, salah satunya pada traktus respiratorius, dimana penyebabnya, antara lain : peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi, tidak tepat menggunakan teknik aseptic saat pengisapan pada jalan nafas, pembuangan sekresi mukosa dengan cara yang tidak tepat, teknik mencuci tangan yang tidak tepat.

a. Bagan mekanisme terjadinya infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat dengan gangguan respirasi. (terlampir).
b. Sumber agen infeksi :
Mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit dapat merupakan flora residen atau transien. Organisme transien normalnya ada dan jumlahnya stabil. Organisme residen tidak dengan mudah dapat dihilangkan melalui mencuci tangan dengan sabun dan detergen biasa, kecuali bila digosokkan secara seksama. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan orang atau objek lain dalam aktivitas atau kehidupan normal. Misal : bila perawat menyentuh bedpan atau balutan terkontaminasi, bakteri trasien menempel pada kulit perawat.
c. Penyebaran transmisi kuman (rute dan caranya) :
1)      Kontak
a)      Langsung : orang ke orang (fekal, oral) atau kontak fisik antara sumber dan pejamu yang rentan (misal : menyentuh klien).
b)      Tidak langsung : kontak personal pejamu yang rentan dengan benda mati yang terkontaminasi (mis. Jarum, benda runcing, balutan).
c)      Droplet : partikel besar yang terpercik sampai 3 kali dan kontak yang rentan (mis. Batuk, bersin atau bicara).
2)      Udara
Droplet nucleus atau residu atau droplet evaporasi ada di udara (mis. Batuk, bersin) atau dibawa melalui partikel debu.
3)      Peralatan
a)      Alat-alat yang terkontaminasi (oleh air, obat, larutan, darah)
b)      Makanan (daging yang diolah, disimpan atau dimasak dengan tidak tepat).
4)      Vector
a)      Perpindahan mekanis eksternal (lalat)
b)      Penularan internal, seperti kondisi parasitic antara vector dan pejamu, seperti : nyamuk, kutu, lalat.
d. Metode pengendalian infeksi :
1)      Kontrol atau eliminasi agen infeksius
a)      Pembersihan
Adalah membuang semua material asing seperti kotoran dan materi organic dari suatu objek. Biasanya, pembersihan termasuk menggunakan air dan kerja mekanis dengan atau tanpa detergen.
b)      Desinfeksi dan sterilisasi
Desinfeksi menggambarkan proses yang memusnahkan banyak atau semua mikroorganisme, dengan pengecualian spora bakteri, dari objek yang mati. Biasanya dilakukan dengan menggunakan desinfektan kimia atau pasteurisasi basah (digunakan untuk peralatan terapi pernafasan). Contoh desinfektan : alcohol, klorin, glutaraldehid, dan fenol.
Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan seluruh mikroorganisme, termasuk spora. Penguapan dengan tekanan, gas etilen oksida (ETO), dan kimia merupakan agens sterilisasi yang paling umum.
2)      Kontrol atau eliminasi reservoir
Untuk mengontrol atau menghancurkan reservoir infeksi, perawat membersihkan cairan tubuh, drainase atau larutan yang dapat merupakan tempat mikroorganisme. Perawat juga membuang dengan hati-hati alat yang terkontaminasi material infeksius. Semua institusi kesehatan harus   memiliki pedoman untuk pembuangan materi sampah infeksius menurut kebijakan local dan negara bagian.
3)      Kontrol terhadap portal keluar
Untuk mengontrol organism keluar melalui saluran pernafasan, perawat harus menghindari untuk berbicara langsung menghadap wajah klien atau berbicara, bersin, atau batuk langsung di atas luka bedah atau area balutan steril. Perawat juga mengajarkan klien untuk melindungi orang lain saat mereka bersin, batuk dapat dengan menggunakan tisu sekali pakai untuk mengontrol penyebaran mikroorganisme.
Cara lainnya, adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat (urine, feses, sputum, darah), perawat menggunakan alat perlindungan diri yang tepat.
4)      Pengendalian penularan
Mencuci tangan, adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah aliran air. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organism yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Perawat mencuci tangan dalam situasi sebagai berikut : jika tampak kotor, sebelum dan setelah kontak dengan klien, setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (darah atau cairan tubuh, membrane mukosa, kulit yang tidak utuh, objek mati yang mungkin terkontaminasi), sebelum melakukan prosedur invasive seperti pemasangan kateter IV, setelah melepaskan sarung tangan.
5)      Kontrol terhadap  portal masuk
Kemungkinan mikroorganisme mencapai pejamu dapat diturunkan dengan mempertahankan integritas kulit dan membrane mukosa.
6)      Perlindungan terhadap pejamu yang rentan
a)      Melindungi mekanisme pertahanan normal (mandi secara teratur, hygiene oral yang teratur, menjaga asupan cairan adekuat untuk meningkatkan pembentukan urine normal, pada pasien yang tergantung secara fisik/imobilisasi perawat mendorong batuk dan nafas dalam, perawat mendorong imunisasi yang tepat bagi klien yang terpapar mikroorganisme infeksius tertentu).
b)      Mempertahankan proses penyembuhan (meningkatkan asupan cairan adekuat dan nutrisi seimbang, meningkatkan kenyamanan klien dan tidur yang cukup, perawat membantu klien mempelajari teknik untuk menurunkan  stress).
7)      Perlindungan bagi pekerja, diantaranya :
a)      Gown : untuk mencegah pakaian menjadi kotor selama kontak dengan klien, melindungi pekerja pelayanan kesehatan dan pengunjung dari kontak dengan bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi.
b)      Masker : digunakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran pernafasan klien dan mencegah penularan pathogen dari saluran pernafasan perawat ke klien.
c)      Sarung tangan : untuk mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan organism infeksius yang menginfeksi klien, mengurangi kemungkinan pekerja akan memindahkan flora endogen mereka sendiri ke klien, mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat kolonisasi sementara mikroorganisme yang dapat dipindahkan pada klien lain.
d)     Kaca mata pelindung : penting digunakan bersama dengan alat perlindungan diri lainnya, terutama saat ikut serta dalam prosedur invasive yang dapat menimbulkan adanya droplet atau percikan dari darah atau cairan tubuh lainnya.

3.      a. Bentuk latihan nafas dalam untuk pasien gangguan pernafasan :
1)   Pernafasan perut (diagfragma)
     Pernafasan yang dilakukan dengan cara menarik nafas dengan bibir dirapatkan ditahan + 2 detik kemudian dikeluarkan perlahan-lahan. Tujuannya: menguatkan otot-otot diagfragma.
2)   Pursed lip breathing/pernapasan bibir dirapatkan
     Pernafasan ini dilakukan dengan cara menarik nafas melalui hidung dikeluarkan dengan cara bibir dimonyongkan secara perlahan udara ekspirasi dialirkan.
             Tujuannya :
-        Melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi.
-        Meningkatkan tekanan jalan nafas selama ekspirasi
-        Membantu pasien untuk mengontrol pernafasan bahkan selama periode stres.
3)   Penafasan dalam dan batuk efektif
     Pernafasan yang dilakukan dengan cara menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan kemudian ditahan kurang lebih 3 detik dan dikeluarkan melalui mulut. Pada saat ekspirasi yang ketiga dilakukan batuk dengan menggunakan otot abdomen sambil tangan memegang perut.
Tujuannya :
-    Memberikan kesempatan paru mengembang
-    Memobilisasi sekret/mukus
-    Mencegah efek samping retensi sekresi paru (pneumonia, atelektasis).

b. Rasional dari perkusi dada dan vibrasi pada fisioterapi dada :
  1). Drainase postural
Drainase postural menggunakan posisi spesifik yang memungkinkan gaya gravitasi untuk membantu dalam membuang sekresi bronkial, sekresi mengalir dari bronkiolus yang terkena dengan membatukkan atau penghisapan. Drainase postural bertujuan untuk mencegah atau menghilangkan obstruksi bronkial yang disebabkan oleh akumulasi sekresi. Latihan drainase postural dapat diarahkan pada semua segmen pada posisi postural drainase tergantung dari segmen lobus yang mengalami penumpukan sekresi. Latihan drainase postural dapat diarahkan pada semua segmen paru. Bronki lobus yang lebih rendah dan lobus tengah mengalir lebih efektif jika kepala lebih rendah. Bronki lobus yang atas mengalir lebih efektif bila posisi kepala tegak. Umumnya pasien dibaringkan dalam 5 posisi: pronasi, supinasi, lateral kanan, lateral kiri dengan posisi kepala lebih rendah dan posisi duduk tegak (semi fowler)
2)   Perkusi dada
Perkusi dada adalah tindakan menepuk-nepuk ringan dinding dada dengan membentuk mangkok pada telapak tangan dalam gerakan berima. Tepukan dilakukan diatas segmen paru yang mengalami penumpukan sekret/mukus. Perkusi bertujuan melepaskan mukus yang melekat pada bronkiolus dan bronkus.
3)   Vibrasi dada
Vibrasi adalah teknik memberikan kompresi dan getaran manual pada dinding dada selama fase ekspirasi, manuver ini dapat meningkatkan kecepatan dan kekuatan daya dorong dari udara ekspirasi untuk melepaskan sputum yang ada.

c. Keuntungan dan kerugian dari manual dengan ambubag dan dengan ventilator dalam hiperinflasi dan hiperoksigenasi sebelum tindakan suction :
            1). Keuntungan dari manual dengan ambu bag:
·    Dapat memberikan pressure yang lebih besar sesuai kebutuhan.
·    Dapat memberikan hiperventilasi/frekuensi sesuai kebutuhan
·    Dapat melihat ekspansi paru dan kesimetrisan paru dengan lebih jelas
·    Dapat mengatur waktu sesuai kebutuhan sesaat sebelum suction
2). Kerugian dari manual dengan ambu bag:
·    Kekuatan pressure dari petugas yang tidak konstan tergantung kondisi fisik petugas
·    Humidifikasi kurang adekuat
·    Mungkin memerlukan tenaga lebih banyak
3). Keuntungan dengan menggunakan ventilator:
·    Kekuatan pressure/volume yang diberikan oleh ventilator sangat terukur
·    Humidifikasi sangat baik
·    Oksigen yang diberikan bisa lebih tinggi dengan high flow dengan konsentrasi yang konstan
·    Sebagai tanda akhir dari dilakukan suction di mana saat 10 detik terlewati, maka ventilator akan alarm
4). Kerugian dengan menggunakan ventilator:
·    Frekuensi napas harus terlebih dahulu diatur dalam setting ventilator
·    Kesulitan mensinkronkan saat memulai akan melakukan suction
·    Harus melakukan setting alarm pada ventilator
·    Membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk melakukan setting ventilator

d. Beberapa cara melakukan jalan nafas buatan :
1) Intubasi endotrakeal
Selang endotrakeal dapat dipasang per nasal atau per oral.
Prosedur tindakan :
a)      Atur posisi pasien sesuai kebutuhan.
b)      Pilih ukuran ET yang akan digunakan,
c)      Periksa balon pipa ET.
d)     Pasang blade laringoskop yang sesuai.
e)      Oksigenasi dengan ambu bag dengan konsentrasi oksigen 100%.
f)       Masukkan blade di sebelah kanan mulut dan dorong lidah ke kiri.
g)      Angkat blade sehingga jalan napas bersih.
h)      Lihat epiglotis dan pita suara.
i)        Hisap secret sehingga jalan napas bersih.
j)        Masukkan pipa ET melalui sisi kanan mulut, sampai ujung balon atas persis melewati pita suara.
k)      Keluarkan blade.
l)        Isi balon ET sampai tidak ada kebocoran atau minimal.
m)    Kembangkan paru dengan ambu bag untuk memeriksa penempatan pipa ET (suara napas bilateral). Bila udara kedengaran masuk ke lambung segera cabut ET, lakukan oksigenasi dan re-intubasi.
n)      Fiksasi dengan plester.
o)      Foto thoraks untuk memastikan posisi pipa ET.

2) Nasofaringeal
Adalah selang lentur yang dimasukkan per nasal melewati dasar lidah untuk mempertahankan patensi jalan nafas, langkah-langkahnya :
a)    Tentukan dan seleksi panjang selang yang tepat dengan mengukur dari ujung hidung ke daun telinga. Gunakan selang dengan diameter luar paling besar yang sesuai dengan lubang hidung pasien.
b)   Lumasi selang dengan air atau jelly yang dapat larut.
c)    Yakinkan pasien dan kenalkan dengan prosedur.
d)   Pasang jalan nafas ke dalam cuping hidung sampai akhir lubang hidung.
e)    Anjurkan pasien ekshalasi dengan mulut tertutup. Bila selang posisinya tak tepat, udara dapat keluar melalui selang yang terbuka. Buka mulut pasien, tekan lidah, dan lihat ujung selang tepat di belakang uvula.

3) Oralfaringeal, ada 3 tahap yang harus dilakukan :
a)    Membuka mulut pasien dengan perlahan dengan menggunakan teknik jari menyilang atau modifikasi daya dorong rahang.
b)   Tahan lidah ke bawah dengan penekanan dan arahkan jalan nafas di atas punggung lidah. Pilihan metode adalah untuk memberi posisi ujung jalan nafas ke arah atap mulut dan dengan perlahan memasukkan jalan nafas dengan rotasi 180 derajat.
c)    Setelah alat ini di tempatnya, fiksasi jalan nafas dengan dua strip plester menyilang ke atas dan bawah. Pastikan tak ada tekanan di bawah jalan nafas pada mulut pasien dan bahwa ada ruang yang cukup untuk penghisapan.

4) Tracheostomi
Adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Trakeostomi dapat menetap atau permanen. Trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obstruksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar/paralise (dengan menutup trakea dari esofagus), dan untuk mengganti selang endorakeal.
Prosedur :
Trakeostomi biasanya dilakukan di ruang operasi atau di unit perawatan intensif, dimana ventilasi pasien dapat dikontrol dengan baik dan teknik aseptik yang optimal dapat dipertahankan. Suatu lubang dibuat pada cincin trakea kedua dan ketiga. Setelah trakea terpajan selang trakeostomi, balon dengan ukuran yang sesuai dimasukkan. Cuff trakeostomi adalah perlekatan yang dapat mengembang pada trakeostomi yang dirancang untuk menyumbat ruang antara dinding trakea dengan selang untuk memungkinkan ventilasi mekanis yang efektif. Selang trakeostomi dipasang di tempatnya dengan plester pengencang mengelilingi leher pasien. Biasanya kasa segi empat steril diletakkan diantara selang dan kulit untuk menyerap drainase dan mencegah infeksi.







DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume Pertama. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2000) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. (1997) Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Volume Pertama. Edisi Keenam. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Volume Pertama. Edisi Keempat. Jakarta : EGC.





















HASIL SMALL GROUP DISCUSSION
TREND DAN ISSUE PERAWATAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI




0 comments:

Post a Comment