18 November 2011

Dasar Teori Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Sediaan Farmasi dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)


I.     TUJUAN
1.       Menentukan kadar amoksisilin dalam sediaan tablet dengan menggunakan HPLC

II.     DASAR TEORI
2.1                        Amoksisilin
2.1.1 Struktur Amoksisilin
molekul
( Moffat et al, 2005 )
2.1.2 Sinonim
d(−)-α-Amino-p-hydroxybenzylpenicillin;Amoxycillin; Amoxicilline ( Moffat et al, 2005 ).
2.1.3 Nama Dagang
AMPC; Amolin; Amopenixin; Helvamox; Moxal; Pasetocin; Penimox; Zamocilline ( Moffat et al, 2005 ).
2.1.4. Nama Kimia       
asam(2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2_amino-2-(p-hidroksifenil)asetamidol-3,3-dimetil-7-okso-4-tia1 azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat( Moffat et al, 2005 ).
2.1.5 Rumus Molekul
C16H19N3O5S ( Moffat et al, 2005 ).
2.1.6 Berat Molekul      
365.4 gram/mol ( Moffat et al, 2005 )
2.1.7 Kandungan
Amoksisilin mengandung tidak kurang dari 90,0% C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari 900µg dan tidak lebih dari 1050µg per mg C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat ( Depkes RI, 1995 ).
2.1.8 Pemerian
Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau ( Depkes RI, 1995 ).
2.1.9 Kelarutan
Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform ( Depkes RI, 1995 ).
2.1.10 Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali (Depkes RI, 1995).

2.2                        Amoksisilin Trihidrat
2.2.1                                   Sinonim                 
Amoxicillin
2.2.2                                   Nama dagang
Amoxican; Amoxil; Amoxypen; Clamoxyl; Imacillin; Larotid; Moxacin; Moxilean; Novamoxin; Penamox; Polymox; Robamox; Trimox; Utimox; Wymox. It is an ingredient of Augmentin( Moffat et al, 2005 ).
2.2.3                                Rumus Molekul
C16H19N3O5S,3H2O ( Moffat et al, 2005 ).
2.2.4                                   Berat Molekul
   419.4 gram/mol ( Moffat et al, 2005 ).
2.2.5                                Pemerian
Serbuk kristalin putih( Moffat et al, 2005 ).
2.2.6                                   Kelarutan
Larut 1 bagian dalam 400 bagian air; dalam 1000 bagian etanol dan dalam 200 bagian metanol. Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter ( Moffat et al, 2005).
2.2.7 Konstanta Disosiasi
pKa 2.4, 7.4, 9.6 ( Moffat et al, 2005 ).
2.2.8 Koefisien Partisi
Log P(octanol/water), 0.87( Moffat et al, 2005 ).

2.2.9 High Performance Liquid Chromatography

Sistem HY—RI 226; sistem HAA—Waktu retensi (s) 3.1 menit ( Moffat et al, 2005 ).
2.2.10 Spektrum Ultraviolet
Amoksisilin trihidrat: dalam larutan asam—230 (A11=225a), 272 (A11=26a); dalam larutan basa—247 (A11=286b), 291 nm (A11=62a) ( Moffat et al, 2005 ).
amoks
                                                                   ( Moffat et al, 2005 )

2.3                        Farmakokinetik Amoksisilin
2.3.1                                   Indikasi
Infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman gram negatif maupun gram positif, khususnya untuk infeksi pada saluran cerna, saluran pernafasan, dan saluran kemih (infeksi anugenital dan uretral gonokokus non-komplikasi otitis media) (Mycek, et.al., 2001).
          Amoxicillin adalah senyawa penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan beberapa gram negatif yang pathogen. Bakteri pathogen yang sensitif terhadap amoxicillin antara lain : Staphylococcus, Streptococcus, Enterecoccus, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzas, E. coli, dan P. mirabiis. Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan bakteri penghasil beta laktamase. Amoxicillin efektif terhadap penyakit :
·        Infeksi saluran pernapasan kronik dan akut : pneumonia, faringitis (tidak untuk faringitis gonore), bronchitis, langritis.
·        Infeksi saluran cerna : disentri basiler.
·        Infeksi saluran kemih : gonore tidak terkompilasi, uretritis, sistitis, pielonefritis.
·        Infeksi lain : septicemia, endokarditis ( Mycek, et.al., 2001 ).
·        Infeksi otitis media, susitis, salmonelosis invasive, profilaksis endokarditis dan terapi tambahan pada meningitis listeria ( Sukandar, dkk., 2008 ).
2.3.2. Absorbsi
Amoksisilin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral ( Moffat et al, 2005 ). Amoksisilin merupakan antibiotika dari penisilin semisintetik yang stabil dalam suasana asam ( Fitriani, 2010 ). Pada pemberian peroral hanya sebagian obat yang diabsorpsi tergantung dengan stabilitas asam, ikatan dengan makanan dan adanya buffer. Absorpsinya dikurangi oleh makanan yang banyak mengandung serat, misalnya bekatul atau metilselulosa. Untuk mengatasi hal itu pemberian peroral sebaiknya dilakukan 1 jam sebelum makan ( Anonim a, tt ). Atau seharusnya diminum saat perut kosong. Minum cukup dengan air putih. Karena absorpsi terjadi di lambung               ( Anonim b, 2010).
Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi ( Pertiwi. 2010 ).
2.3.3. Distribusi
Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat melewati sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut (hari pertama), meningen terinflamasi lebih permeable terhadap Amoxicillin, yang menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam susunan saraf pusat dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infeksi mereda, inflamasi menurun maka permeabilitas sawar terbentuk kembali ( Mycek, et.al., 2001 ).
2.3.4 Metabolisme
Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian peroral. Sekitar 60% dari dosis oral diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dalam waktu 6 jam dan sebanyak 20% diekskresi sebagai metabolit non-aktif asam peniciloic dalam rentang waktu yang sama. Setelah pemberian parenteral, lebih dari 75% dari dosis diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dengan rentang waktu 6 jam ( Moffat et al, 2005 )
2.3.5 Ekskresi
        Sekitar 60% dari dosis oral diekskresikan dalam urin sebagai obat yang tidak berubah dalam 6 jam dan 20% sebagai metabolit tidak aktif, asam penisiloik, dalam periode yang sama. Setelah pemberian parenteral, sampai dengan 75% dari dosis diekskresikan dalam urin tidak berubah dalam 6 jam( Moffat et al, 2005 ). Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang efek terapi ( Pertiwi, 2010 ). Jalan utama eliminasi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di ginjal, sama seperti melalui filtrat glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan ( Mycek et.al., 2001 ).
2.3.6 Interaksi Obat
Amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain:
1.     Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan Phenilbutazon).
2.     Pemberian bersama Antasida–Alumunium tidak ketersediaan biologik dari Amoksisilin.
3.     Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi– reaksi kulit alergik.
4.     Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.
5.     Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin.
6.     Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin.
7.     Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa bersamaan.
2.3.7 Waktu Paruh
Waktu paruh plasma sekitar satu jam, meningkat pada gagal ginjal     ( Moffat et al, 2005 ).
2.3.8 Volume Distribusi
Sekitar 0.2 hingga 0.4 L/kg ( Moffat et al, 2005 ).
2.3.9 Klirens
Klirens plasma, 3 hingga 5 mL/menit/kg ( Moffat et al, 2005 ).
2.3.10 Ikatan Protein
Dalam plasma, sekitar 20%. ( Moffat et al, 2005 ).

2.4 WFI
Air steril untuk irigasi adalah air suling steril, air nonpirogenik untuk injeksi dimaksudkan hanya untuk irigasi steril, mencuci, membilas dan tujuan dilusi. Memiliki  pH 5,5 ( 5,0-7,0 ). WFI digunakan untuk melarutkan atau mengencerkan obat sebelum disuntikkan atau digunakan sebagai solusi mencuci steril. WFI tidak disuntikkan langsung ke dalam tubuh. WFI tidak mengandung bakteriostat, agen antimikroba atau ditambahkan buffer dan dimaksudkan untuk digunakan hanya sebagai prosedur irigasi dosis tunggal atau pendek ( Anonim c, 2003 ).

2.5                        HPLC
2.5.1 HPLC
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau yang biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitaif maupun kuantitatif       ( Gandjar dan Rohman, 2007 ). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat (Putra, 2004). KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam sebuah sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri makanan ( Gandjar dan Rohman, 2007 ). Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana, dan kepekaannya tinggi ( Munson, 1984 ).
Kromatografi cair tekanan tinggi modern merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil sebagai pengganti gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh sifat yang khas diantaranya :
·                    Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu, dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 nm,
·                    laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 2003).
·                    Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1-3 mm untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro,
·                    Ukuran partikel bahan sorpsi terletak di bawah 50 μm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi,
·                    Pelarut elusi dialirkan ke dalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom ( Rot and Balschke, 1988 ).
Jika ditinjau dari sistem peralatannya, maka KCKT termasuk kromatografi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau ter ”packing” di dalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya KCKT dapat digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau kromatografi partisi. Tergantung pada butiran-butiran adsorban yang ada di dalam kolom, apakah sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan ( Mulja dan Suharman, 1995 ).
Banyak  kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya ( Johnson dan Stevenson, 1978 ). Kelebihan itu antara lain:
• Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
• Mudah melaksanakannya
• Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
•Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
• Resolusi yang baik
• Dapat digunakan bermacam-macam detektor
• Kolom dapat digunakan kembali
• Mudah melakukan "sample recovery"
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (nonvolatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer masa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).
 2.5.2 Instrumen
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu metode pemisahan yang memanfaatkan teknologi dalam proses pemisahan suatu senyawa campuran atau suatu analit. Komponen-komponen penting dari KCKT yang harus diperhatikan, dapat dilihat pada berikut : ( Efendy, 2004 )













Gambar 1. Skema Alat HPLC

A.                                            Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating),oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas ( Putra, 2004 ).
Beberapa persyaratan sistem pompa KCKT adalah :
·      Memberi tekanan sampai 6000 psi (lbs/in2),
·      Sama sekali bebas dari pulsa,
·      Memberikan kecepatan aliran 0,1 – 10 ml/ menit,
·Alirannya terkontrol dengan reprodusibilitas 0,5% atau kurang (lebih baik),
·Antikarat, oleh sebab itu seal pompa terbuat dari bahan baja atau teflon.
    Pada umumnya saat ini pompa KCKT sudah dilengkapi dengan bagian pompa yang lain yaitu kontrol aliran dengan sistem terprogram (merupakan unit bagian pompa) yang dikendalikan dengan komputer. Sistem pompa KCKT yang baik harus dapat melaksanakan sistem elusi dari isokratik yang sederhana sampai sistem elusi dengan pemompaan otomatis yang sempurna misalnya sampai pada gradient terner / gradient quarterner. Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut.
Dikenal dua sistem pompa pada kromatografi cair kinerja tinggi , yaitu :
·        Sistem elusi isokratik
Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang (pelarut pengembang campur) dengan perbandingan yang tetap, misalnya metanol–air = 50 : 50 v/v ( Mulja dan Suharman, 1995 ).
·        Sistem elusi gradien
Pada sistem ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu, misalnya metanol – air = 40 : 60 v/v ; dengan kenaikan kadar metanol 8% setiap menit ( Mulja dan Suharman, 1995 ). Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom ( Putra, 2004 ).

B.   Injektor (injector)
Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT, yaitu injektor dengan memakai diafragma (septum), injektor tanpa septum, dan injektor  dengan pipa dosis. Sistem dengan pipa dosis saat ini merupakan pilihan yang paling tepat pada KCKT khususnya untuk analisis kuantitatif. Sebab ketepatan jumlah volume sampel yang diinjeksikan akan sangat penting untuk analisis  kuantitatif dan keadaan ini hanya dapat diantisipasi dengan injektor sistem pipa dosis (sampel loop). Prinsip kerja dari pipa dosis adalah load inject, ini berarti pada keadaan pertama sampel akan masuk loop dan akhirnya dengan volume yang tidak berkurang sedikitpun segera masuk menuju kolom pemisahan ( Mulja dan Suharman, 1995 ). Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
a.    Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi
b.    Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c.    Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom ( Putra, 2004 ).

C.                                               Kolom (Column)
Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian yang sangat penting, karena separasi komponen-komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Oleh sebab itu harus diperhatikan dengan seksama tiga hal berikut :
o  Pemilihan kolom yang sesuai,
o  Pemeliharaan kolom,
o  Uji terhadap spesifikasi kolom (walaupun kolom tersebut merupakan kolom yang siap pakai.
  Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi dibuat lurus (tidak dibuat melingkar sebagaimana kolom pada kromatografi gas ataupun bentuk U). Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi kolom, untuk mendapatkan harga H minimal.
  Efisiensi kolom dirumuskan sebagai  berikut :
            H = B / μ + Cs . μ + Cn . μ

Keterangan :            H       : HETP
B / μ   : difusi longitudinal
                                            Cs . μ: kecepatan transfer massa di dalam fase diam
       Cn .μ: Kecepatan transfer massa di dalam fase gerak
  μ       : Kecepatan linier fase gerak

                          Kolom kromatografi cair kinerja tinggi dapat terbuat dari bahan metal antikorosif dan tahan zat kimia, bahan gelas tahan zat kimia atau bahan gelas yang dilapisi bahan metal       ( Mulja dan Suharman, 1995 ).
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
Ø Kolom analitik : Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
Ø Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm ( Putra, 2004 ).

Gambar 2. Mekanisme Perjalanan Solut Dalam Kolom (Anonim d, 2001)
Berdasarkan jenis fase diam dan fase gerak yang digunakannya, maka kromatografi cair kinerja tinggi (kolomnya) dibedakan atas :
a.   Kromatografi fase normal
Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase geraknya bersifat nonpolar.
b.  Kolom fase terbalik
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat nonpolar sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikan dari fase normal. Fase diam nonpolar yang paling banyak digunakan adalah jenis C18, C8, dan  C2 ( Mulja dan Suharman, 1995 ).

D.Oven kolom
Kolom KCKT diletakkan di dalam oven untuk menjaga temperatur kolom supaya stabil (tetap sesuai dengan program). Oven kolom yang banyak dipakai adalah dengan sistem sirkulasi udara panas yang bertekanan. Oven kolom dapat memuat kolom KCKT sampai 4 kolom sekaligus dengan temperatur kerja sampai 99° C ( Mulja dan Suharman, 1995 ).

E. Detektor (Detector) .
Detektor pada KCKT akan memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang diperlukan sehubungan dengan tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan KCKT. Beberapa persyaratan detektor adalah sebagai berikut :
·     Sensitivitas yang sangat tinggi, dengan rentang sensitivitas 10-8 – 10-15 g solut per detik
·     Kestabilan dan reprodusibiliti yang sangat baik
·     Memberikan respons yang linier terhadap konsentrasi solut (linarut)
·     Dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400° C
·     Tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang
·     Mudah didapat dan mudah pemakaiannya oleh operator
·     Dapat selektif terhadap macam-macam linarut di dalam larutan pengembang
·     Tidak merusak sampel
·     Dapat menghilangkan zone broadening dengan adanya pengaruh minimal internal volume ( Mulja dan Suharman, 1995 )
Menurut Munson ( 2001 ), detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
a.   Detektor sinar tampak dan ultraviolet
Detektor sinar tampak dan ultraviolet (detektor UV-Vis) adalah detektor yang sangat berguna dalam analisis farmasi. Ini disebabkan oleh kebanyakan obat mempunyai watak struktur yang cocok untuk menyerap sinar. Umumnya detektor ini berguna untuk senyawa aromatis dan jenis senyawa tidak jenuh lain. Dengan mengubah panjang gelomnbang sidikan, dapat disidik gugus yang mempunyai perpindahan n→π*. Semua detektor UV-Vis bekerja atas dasar hukum Lambert-Beer, yaitu jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh terokan sebanding dengan panjang jalur terokan dan kadar analit dalam pelarut. Dikenal detektor UV-Vis dengan panjang gelombang tetap dan beragam. Detektor penjang gelombang tetap menggunakan penyaring atau sumber garis lampu yang menghasilkan panjang gelombang yang sesuai. Detektor panjang gelombang beragam biasanya menggunakan spektrofotometer untuk menebarkan cahaya dan memilih panjang gelombang di daerah UV-Vis.
b.  Detektor Pendar
Detektor pendar sangat peka dan sensitif. Keselektifannya disebabkan hanya senyawa tertentu saja yang memancarkan sinar ketika dirangsang oleh sinar UV. Sumber utama peningkatan kepekaan adalah karena ketergantungannya terhadap kekuatan cahaya peneral.
c.   Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor universal yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.
d.  Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan.
e.   Detektor Radioaktif
Detektor radioaktif adalah detekor yang keselektifannya tinggi, asal radioisotop berada dalam analit. Detektor ini mempunyai kemampuan besar untuk kajian nasib obat dan penimbunan senyawa berlabel dalam hewan percobaan. Tapi cara ini tidak banyak digunakan karena rendahnya kemangkusan cacah yang dapat dihasilkan oleh detektor HPLC.
f.    Detektor Daya Hantar
Detektor ini mengukur daya hantar atau kemampuan fase gerak untuk menghantarkan arus. Kelemahan utama detektor daya hantar ini, disamping sangat peka terhadap suhu, kira-kira 2%/°C, juga peka terhadap perubahan alir fase gerak.
g.   Detektor GC diterapkan untuk HPLC
Detektor api pengion dan detektor penangkap elektron digunakan untuk menyidik analit di HPLC. Pada kedua cara itu fase gerak harus dihilangkan sebelum penyidikan. Cara biasa dipakai untuk ini adalah dengan menimbun eluen pada suatu sabuk atau kawat berjalan.
h.  Detektor Penyerap Panas
Dasar kerjanya adalah perubahan suhu yang berkaitan dengan gejala penyerapan. Selain itu detektor ini juga peka alir. 
i.     Detektor photodiode-array ( PDA )
Detektor PDA merupakan detector UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses ( single run ). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan ( biasanya antara 190-400 ) dapat ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak informasi komposisi sampel disbanding dengan detector UV-Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spectra analit dengan spectra senyawa yang sudah diketahui.
Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu sehingga data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar              ( monitor ) lalu dibandingkan dengan data 3 dimensi senyawa lain dari perpustakaan data yang ada di sistem komputernya sehingga bisa digunakan untuk tujuan identifikasi ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).

F.  Elusi Gradien
Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama  analisis kromatografi berlangsung. Efek  dari Elusi Gradien adalah  mempersingkat  waktu retensi dari senyawa-senyawa yang  tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien dijelaskan oleh Snyder.  Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
1.                                                           Total waktu analisis dapat direduksi
2.  Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah
3.                                                           Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing)
4.                                                           Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak
Gradien dapat dihentikan sejenak atau  dilanjutkan. Optimasi Gradien dapat  dipilih dengan cara trial and error. Tabel berikut ini menunjukkan kompatibilitas dari bermacam-macarn mode kromatografi  cair dengan analisis gradien. Dalam  praktek, gradien dapat diformasi sebelum dan sesudah pompa    ( Efendy, 2004 )
MODE
SOLVENT GRADIEN
Kromatografi Cair padat (LSC)
Ya
Kromatografi ekslusi
Tidak
Kromatografi Penukar Ion (IEC)
Ya
Kromatografi Cair Cair (LLC)
Tidak
Kromatografi Fasa Terikat (BPC)
Ya

G.                                               Pengolahan Data (Data Handling)
Hasil dari pemisahan kromatografi  biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder. Suatu tipe Kromatogram dapat dilihat pada gambar berikut.








Gambar 2. Kromatogram Senyawa Nukleotida

Waktu retensi  dan volume retensi dapat diketahui /dihitung. Lni  bisa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu komponen, bila kondisi  kerja dapat dikontrol.  Lebar puncak dan tinggi puncak sebanding atau proporsional dengan konsentrasi dan dapat digunakan untuk memperoleh hasil secara kuantitatif ( Anonim e, 2001 ).

          2.5.3 Fase Gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau rasa gerak adalah salah satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT,  tetapi ada  beberapa sifat umum  yang sangat disukai, yaitu fase gerak harus : ( Depkes RI, 1995 )
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah  digunakan langsung dibuang karena prosedur pemumiannya kembali sangat membosankan dan mahal biayanya. Dari semua persyaratan di atas, persyaratan 1) s/d 4) merupakan yang sangat penting ( Lindsay, S. 1992 ).
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk KCKT  yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump) sangat diperlukan  terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan  yang besar di  dalam detector sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan.  Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila menggunakan kolom  yang sangat sensitive terhadap udara (contoh : kolom berikatan dengan NH2) ( Snyder and Kirkland, 1979 ).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk sampel normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).

2.5.4    Parameter KCKT
Parameter baik atau tidaknya suatu kromatografi didasarkan pada beberapa faktor, antara lain faktor selektifitas (α), faktor spesifisitas (Kd), kapasitas kolom (K’), resolusi (Rs), jumlah lempeng teoritis (Neff), waktu retensi, dan efisiensi kolom.
·     Faktor Selektifitas (α)
“Selektifitas merupakan kemampuan instrumen dalam mengenali senyawa-senyawa dalam campuran” untuk mendapat selektifitas yang maksimum maka harus dicari interaksi yang sesuai (apakah partisi, adsorpsi, size exclusion, atau ion exchange). Faktor selektifitas (α) dapat dicari dengan: α = k2/k1 = (tR2-tm)/(tR1-tm). Apabila kedua senyawa memiliki nilai K yang sama / α = 1 maka kedua senyawa tidak dapat dipisahkan. karena waktu retensinya identik. Agar terjadi pemisahan yang baik maka nilai selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1, semakin besar nilai α maka pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa gerak (misalnya dengan memperbesar polaritas), mengubah fasa diam, mengubah temperatur karena pada umumnya kenaikan temperatur akan memperkecil waktu retensi, dan mengubah bentuk komponen.
·     Faktor Spesifisitas (Kd)
Sifat spesifisitas dari kromatografi didasarkan pada sifat dari senyawa yang spesifik. Senyawa memiliki sifat spesifik karena memiliki Kd yang spesifik.
·     Kapasitas Kolom (K’)
Menunjukkan kemampuan kolom menampung analit. Semakin lama analit berada dalam kolom, akan semakinb esar nilai kapasitasnya. Nilai K’ yang bagus antara 1-10. Jika k’ terlalu kecil, kemungkinan pemisahannya belum sempurna dan jika terlalu besar maka akan terjadi pelebaran puncak.
·     Resolusi (Rs)
Untuk taraf kepercayaan 95%, harga Rs yang baik adalah > 1,5. Jika kurang dari ini maka puncak dari masing2 analit akan saling tumpang tindih.
·     Jumlah Lempeng Teoritis (Neff)
Merupakan parameter yang menghitung efisiensi kromatografi. Menyatakan jumlah peristiwa partisi yang dialami oleh analit pada setiap saat yang dibawa oleh fase gerak selama elusi. ( Atjono, 2011 )
·     Waktu retensi
Waktu retensi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah tepat konsentrasi maksimum.
v Efisiensi kolom
Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan  dengan hasil yang memuaskan dan dalam waktu yang singkat.

2.5.5    Keuntungan KCKT
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG).  Dalam banyak  hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk  memperoleh efek pemisahan  yang sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan  KG, tetapi akan  memainkan peranan  yang lebih besar  bagi para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada KCKT karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV Visibel yang umumnya digunakan. KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain :
1.     Cepat
Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam.  Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai  Resolusi : Berbeda dengan  KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana  interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat;  pemisahan terutama dicapai  hanya dengan rasa diam.  Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak  pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk  mencapai pemisahan yang diinginkan ( Rucker, 1988 ).
2.     Sensitivitas detektor
Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah  nanogram (10-9 gram) dari bermacam-  macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT ( Rucker, 1988 ).
3.     Kolom yang dapat digunakan kembali
 Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT   dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa  dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi,  kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan  Ideal untuk zat  bermolekul  besar dan  berionik : zat – zat yang tidak bisa  dianalisis dengan KG karena volatilitas  rendah  , biasanya diderivatisasi untuk  menganalisis psesies  ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat tersebut     ( Rucker, 1988 ).
4.     Mudah rekoveri sampel :
Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT tidak  menyebabkan destruktif (kerusakan) pada  komponen sampel yang diperiksa, oleh  karena itu komponen  sampel tersebut  dapat dengan mudah sikumpulkan setelah  melewati detector. Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus  ( Rucker, 1988 ).

2.5.6. Jenis HPLC
Berdasarkan pada sifat fase diam dan mekanisme sorpsi solut, maka KCKT dapat digolongkan dalam beberapa jenis berikut :
1)                                                 Kromatografi Adsorbsi
Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika, mempunyai reaktivitas yang berbeda karenanya solut dapat terika secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor (tailling). Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut nonpolar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak,  misal n-heksana ditambah dengan metanol. Penambahan air atau pelarut polar harus dipertimbangkan. Jika terlalu sedikit ditambahkan maka kemungkinan belum mampu mengelusi solut, akan tetapi jika terlalu banyak akan menyebabkan kolom menjadi kurang aktif. Solut-solut akan tertahan karena adanya adsorpsi pada pemukaan gugus aktif silanol dan akan terelusi sesuai dengan urutan polaritasnya ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).
2)                                                 Kromatografi Partisi
Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat. Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon nonpolar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya denganfase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk species yang tidak teionisasi karenanya species yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).
3)                                                 Kromatografi penukar ion
          KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Kebanyakan kromatografi penukar ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan  juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionic serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solute. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin ( Gandjar dan Rohman, 2007 ). Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisahan zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot molekul kurang dari 1500. Fase diam pada kromatografi penukar ion umumnya resin organik sintetik dengan gugus aktif yang berbeda-beda. Pada resin penukar kation terdapat gugus aktif yang bermuatan negative dan resin ini digunakan untuk pemisahan zat-zat bersifat basa, misalnya amina. Sebaliknya pada resin penukar anion terdapat gugus aktif yang bermuatan positif, yang akan menarik zat-zat dengan gugus fosfat, sulfonat atau karboksilat, yang bermuatan negative ( Depkes RI, 1995 ).
4)                                                 Kromatografi Eksklusi Ukuran
          Kromatografi eksklusi ukuran disebut juga dengan kromatografi permeasi gell dan dapat digunakan untuk memisahkanatau menganalisis senyawa dengan berat molekul (BM) > 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang berukuran medium dan terakhir adalah molekul yang berukuran jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena solut dengan BM yang lebih besar tidak melewati porus , akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).

2.6                       Validasi Metode
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.
A.   Kecermatan (accuracy)
 Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method) ( Harmita, 2004 )
B.   Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility) ( Harmita, 2004 ).
C.                        Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi ( Harmita, 2004 ).
D.   Linearitas dan Rentang
Linieritas merupakan kemampuan  suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya ( Gandjar dan Rohman, 2007 ).
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur:











( Harmita, 2004 )
E.    Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan
Q = (k x Sb)/Sl
Keterangan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx) ( Harmita, 2004 ).
F.    Ketangguhan metode (ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama ( Harmita, 2004 ).
G.   Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi ( Harmita, 2004 ).


III.       ALAT DAN BAHAN
Alat :
1.     Perkamen
2.     Sendok tanduk
3.     Pipet volume
4.     Ballfiller
5.     Membran filter
6.     Pengaduk ultrasonik
7.     pH meter
8.     Alat HPLC
9.     Syringe
10.                        Kolom C18 Okta Desil Silanon
11.                        Mortir
12.                        Stamper
13.                        Batang pengaduk
14.                        Beaker glass
15.                        Labu ukur
16.                        Gelas ukur
17.                        Pipet tetes
18.                        Timbangan analitik
Bahan :
1.   Methanol
2.   Water for Irigation ( WFI )
3.   Asetonitril
4.   Kalium Dihidrogen Fosfat
5.   Sodium Hidroksida
6.   Amoksisilin trihidrat
7.   Sampel kapsul Amoksisilin

0 comments:

Post a Comment