10 December 2011

SORE THROAT



I. Pengertian
Sore throat merupakan infeksi akut saluran nafas atas yang merusak mukosa saluran nafas dari tenggorokan. Gejala sore throat dapat ditemukan pada berbagai kondisi medis seperti influenza atau infeksi virus lainnya, infeksi tenggorokan oleh bakteri group A beta hemolyticus Streptococcus (GABHS) yang lebih dikenal dengan strep throat, dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) lainnya.
Sore throat adalah sakit tenggorokan berat yang terjadi dalam epidemik, biasanya disebabkan oleh streptococcus pyogenesis dengan hyperemia lokal yang hebat dengan atau tanpa eksudat keabu-abuan dan pembesaran kelenjar limfe leher (anonym a,1998).
Selain oleh infeksi, sore throat juga dapat disebabkan kebiasaan bernapas melalui mulut, alergi, terperangkapnya benda asing seperti tulang ikan di tenggorokan, polusi udara, minuman beralkohol, atau rokok.2,3 Dari berbagai penyebab tersebut, penyebab tersering adalah infeksi virus. Bakteri penyebab sore throat  tersering adalah GABHS, pada sekitar 15-30% kasus. Sore throat juga dapat disebabkan karena adanya infeksi yang meliputi gangguan gastro esophagus, iritasi fisika dan kimia yang disebabkan karena merokok dan hay fever

Illustration showing anatomy of the throat


  






II. Diagnosis

Diagnosis sore throat dapat bervariasi mulai dari rasa gatal di tenggorokan sampai nyeri berat sampai proses menelan ludah yang terasa menyakitkan. Peradangan akan berlangsung sekitar tiga sampai sepuluh hari. Peradangan ini umumnya lebih berat terjadi pada  pagi hari dan membaik seiring berjalannya hari. Sore throat dapat disertai rasa lemas, turunnya nafsu makan, demam, dan batuk. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, sakit kepala, malaise, peradangan di dinding belakang tenggorokan (faringitis) atau di amandel (tonsilitis) disertai lendir/nanah, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher. Pada 40 % penderita sore throat, gejala yang tidak dapat terdeteksi akan hilang dalam jangka waktu 3 hari dan dari 85% penderita dengan gejala sore throat dapat sembuh dalam 1 minggu. Pada sore throat yang disebabkan infeksi, mikroorganisme penyebabnya tidak dapat dibedakan hanya dengan dari gejalanya. Virus maupun bakteri dapat menyebabkan gejala yang sama, dan juga durasi sakit yang sama. Namun ada beberapa hal tertentu yang dapat mengarahkan kecurigaan infeksi oleh GABHS.
  • Usia 5 – 15 tahun. Sumber lain menyebutkan usia > 3 tahun dan dewasa muda (15 – 24 tahun)
  • Riwayat kontak baru dengan seseorang yang mengalami strep throat
  • Tinggal di daerah dengan prevalensi strep throat yang tinggi
  • Sore throat yang tiba-tiba
  • Nyeri yang berat jika menelan
  • Demam
  • Tidak adanya batuk
  • Pada anak-anak, dapat ditemui sakit kepala, mual, muntah, dan nyeri perut
  • Kemerahan di dinding belakang tenggorokan dan tonsil, dapat disertai lendir
  • Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian depan yang terasa nyeri jika dipegang 
  • Anak tekak (uvula) yang membengkak dan merah, bintik-bintik merah (petechiae) di langit-langit mulut, dan ruam merah yang terasa kasar seperti amplas.

Tidak adanya demam atau ditemuinya tanda seperti mata merah, batuk, suara serak, hidung berair, ruam penyakit viral, atau diare umumnya mengarahkan diagnosis pada infeksi virus. Karena penyebab tersering sore throat adalah infeksi virus, diagnosis infeksi GABHS tidak dapat dilaksanakan hanya berdasarkan kecurigaan dari gejala dan pemeriksaan fisik. Diagnosis strep throat membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa rapid antigen test (RAT) dan kultur usap tenggorokan. Keduanya memerlukan usap tenggorokan. Perbedaannya adalah pada RAT, hasil usap tenggorokan dapat langsung dites tanpa menunggu hasil usap tenggorokan tersebut dikultur. Karena itu RAT memberikan hasil yang lebih cepat dibanding kultur, namun biayanya lebih mahal.
Untuk mengkonfirmasi kecurigaan infeksi GABHS, dapat dipilih salah satu antara RAT atau kultur usap tenggorokan.6 Pada anak-anak, hasil RAT yang positif mengkonfirmasi infeksi GABHS. Namun jika RAT negatif, kultur usap tenggorokan harus dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil tersebut, kecuali pada anak di bawah tiga tahun di mana infeksi GABHS jarang ditemui. Pada kelompok usia ini, hasil RAT yang negatif tidak memerlukan konfirmasi dengan kultur. Penting untuk diingat bahwa RAT atau kultur ini hanya dilakukan jika gejala dan tanda yang ditemui mengarahkan kecurigaan pada infeksi GABHS.

III. Penyebab

Virus dan bakteri  merupakan penyebab utama dari sore throut.
Jenis virus yang dapat menyebabkan sore throut yaitu
·         virus Common cold
·         flu (influenza)
·         mononucleosis (mono)
·         measles
·         chickenpox
jenis infeksi bakteri penyebab sore throut yaitu
·           strep throat
·            tonsillitis
·            diphtheria.
 Selain itu ada pula penyebab lain sore throut  seperti :
  • Alergi, alergi ini dapat disebabkan karena binatang piaraan, dan pollen
  • Kekeringan dalam tenggorokan karena kekurangan air
  • Polusi dan iritasi, misalnya terdjadi pada lingkungan yang dipenuhi asap rokok
  • Konsumsi minuman berhalkohol dan makanan pedas
  • Ketegangan otot pada tenggorokan yang menyebabkan suara menjadi parau
  • Acid gastroesophageal reflux disease (GERD).
  • HIV

IV. Terapi
Sebagian besar pasien yang mengalami sore throat hanya membutuhkan obat nyeri (analgesia) untuk meredakan rasa sakit seperi sederhana seperti parasetamol. Antibiotik hanya dibutuhkan oleh pasien dengan infeksi GABHS atau infeksi bakteri lain yang berat..
Beberapa penanganan sore throat yang dapat dilakukan di rumah misalnya:
·         Berkumur dengan larutan ¼ sendok the garam dalam ½ gelas air hangat, untuk anak yang sudah cukup besar.
·         Banyak minum. Terutama untuk sore throat yang disebabkan GABHS, minuman dan makanan dingin akan  lebih membantu.
·         Jika sore throat sering berulang, perlu dipertimbangkan penggunaan humidifier, terutama jika udara dalam rumah cenderung kering, misalnya karena penggunaan AC.
·         Jangan merokok.
·         Hindari makanan yang terlalu pedas atau asam.
·         Anak yang lebih besar (di atas 5 tahun) dapat merasa lebih nyaman dengan lozenge.
·         Jika diperlukan, gunakan obat penurun demam (antipiretik) atau obat nyeri (analgesi).

4.1. Antibiotik
Antibiotik diindikasikan untuk anak-anak yang mengalami sore throat yang disebabkan oleh GABHS dengan konfirmasi kultur atau RADT. Jika gejala klinis atau data epidemiologi mendukung kecurigaan infeksi GABHS, antibiotik dapat dimulai sementara menunggu hasil laboratorium, dengan catatan jika ternyata infeksi GABHS tidak terbukti dari pemeriksaan laboratorium, antibiotik segera dihentikan. Beberapa pilihan antibiotik untuk sore throat yang disebabkan oleh GABHS adalah:



Antibiotik
Dosis
Lama pemberian
Keterangan
Penicillin
Anak < 10 tahun 250mg 2x/hari
10 hari

Anak > 10 tahun 500mg 2x/hari
10 hari

Erythromycin
20 mg/kg (maks 250 mg) 2x/hari
10 hari
Jika anak alergi terhadap penicillin
Benzathine penicillin G
G 20 mg/kg (maks 900 mg) injeksi intramuscular
1 kali
Jika anak tidak dapat mengkonsumsi obat lewat mulut

Untuk anak-anak, golongan penicillin yang sering digunakan adalah amoxicillin karena rasanya yang lebih mudah ditoleransi. Setelah 24 jam mengkonsumsi antibiotik, sore throat yang disebabkan GABHS tidak lagi menular. Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa antibiotik pada sore throat yang disebabkan GABHS tidak menurunkan risiko komplikasi seperti gangguan ginjal (glomerulonephritis) atau penyakit jantung rematik. Antibiotik juga tidak meringankan gejala secara signifikan. Karena itu, National Institute for Clinical Excellence menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada:
·                     Sore throat dengan gejala yang berat
·                     Peradangan sekitar amandel (tonsil) salah satu sisi
·                     Riwayat demam rematik (rheumatic fever)
·                     Anak dengan risiko infeksi yang tinggi, misalnya anak dengan diabetes mellitus atau sistem imum yang rendah

a. Penisilin
Mekanisme aksi        :
Penisilin mempengaruhi langkah akhir sintesis didnding sel bakteri (transpeptidase atau ikatan silang); sehingga membran kurang stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga penisilin disebut bakterisida. Keberhasilan penisilin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan  ukurannya; hanya efektif terhadap organisme yang tumbuh secara cepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya, obat ini tidak aktif terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini seperti mycobacteria, protozoa, jamur dan virus.
Efek samping             :
Meskipun efek yang tidak diinginkan timbul dan kadar obat dalam darah tidak dimonitor, penisilin termasuk obat yang paling aman.
  • Hipersensitivitas : merupakan efek samping penisilin yang paling penting. Determinan antigenik utama dari hipersensitivitas penisilin adalah metabolitnya yaitu asam penisiloat yang bereaksi dengan protein dan bertindak sebagai hapten yang dapat menyebabkan reaksi imun. Sekitar 5 % pasien mengalami hal ini, berkisar dari kulit kemerahan berupa makulopapular sampai dengan angioedema (ditandai dengan bengkak di bibir, lidah, area periorbital) serta anafilatik. Reaksi alergi silang terjadi diantara sesama antibiotika β-laktam. Meskipun kulit kemerahan yang terjadi dengan semua penisilin, kulit kemerahan berupa makulopapular paling sering timbul dengan ampisilin. Insiden makulopopular mencapai 100% terutama pada pasien mononukleosis yang diobati dengan ampisilin.
  • Diare : efek ini disebabkan oleh ketidakseimbangan mikroorganisme intestinal normal, dan sering terjadi. Hal ini muncul lebih sering terutama pada obat-obat yang diabsorpsi secara tidak lengkap dan mempunyai spektrum antibakteri luas.
  • Nefritis : semua penisilin terutama metisilin mempunyai kecenderungan menyebabkan nefritis interstisial akut.
  • Neurotoksisitas : penisilin bersifat iritatif terhadap jaringan neuronal dan dapat menyebabkan kejang bila diberikan intratekal atau kadarnya dalam darah sangat tinggi. Penderita epilepsi berisiko terhadap efek ini.
  • Gangguan fungsi pembekuan darah : efek samping ini, yang melibatkan penurunan aglutinasi, dilaporkan terjadi akibat penggunaan penisilin antipseudomonas (karbenisilin dan tikarsilin) serta juga penislin G. Hal ini umumnya menjadi perhatian mengobati pasien dengan predisposisi perdarahan atau pasien yang mendapat antikoagulan.
  • Toksisitas kation : penisilin umumnya diberikan dalam bentuk garam natrium atau kalium. Toksisitas mungkin disebabkan oleh jumlah natrium atau kalium yang besar dan bergabung dengan penisilin. Kelebihan natrium mungkin menyebabkan hipokalemia. Hal ini dapat dihindari dengan mengguanakan antibiotika paling poten yang menimbulkan penggunaan obat dengan dosis rendah sehingga dapat bergabung dengan kation (Mycek dkk, 1995).
Dosis   : Anak < 10 tahun 250mg 2x/hari selama 10 hari
              Anak > 10 tahun 500mg 2x/hari selama 10 hari

b. Eritromisin
Mekanisme kerja       :
Mekanisme kerja dari Eritromisin mengikat secara ireversibel pada tempat sub unit 50 S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis protein.Obat ini secara umum bersifat bakteriostatik dan dapat bersifat bakterisidal pada dosis tinggi. Spektrum antibakteri dari eritromisin efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin, karena itu obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Selain itu, obat ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi           
Efek samping             :
  • Gangguan epigastrik: efek samping ini paling sering dan dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien terhadap eritromisin.
  • Ikterus kolestatik: efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin bentuk estolat, diduga karena reaksi hipersensitivitas terhadap bentuk estolat ( garam lauril dari propionil ester eritromisin).
  • Ototoksisitas   : Ketulian sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam dosis tinggi.
Kontraindikasi:
penderita dengan ganguan fungsi hati tidak boleh mendapatkan eritromisin karena obat ini berkumpul di hati.

Interaksi:
Eritromisin menghambat metabolisme hepatik teofilin, warfarin, terfenadin, astemizol, karbamazepin dan siklosporin yang akan menyebabkan akumulasi toksik obat-obat tersebut. Interaksinya dengan digoxin dapat terjadi pada beberapa pasien. Pada kasus ini, antibiotika mengeliminasi spesies flora intestinal yang secara umum menginaktifkan digoxin sehingga terjadi reabsorpsi digoksin yang lebih besar dalam sirkulasi enterohepatik (Mycek dkk, 1995).
Dosis:
 Oral 2-4 dd 250-500 mg pada saat perut kosong, untuk anak-anak 20-40 mg/kg b.b/ hari selama maksimum 7 hari (Tjay, 2002).

c. Amoksisilin
Mekanisme                 :
Amoksisilin merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya kerjanya dengan  menghambat sintesa dinding sel kuman yang sedang tumbuh sehingga bersifat bakterisidal.
Efek Samping            :
Amoxicilin memiliki efek samping pada susunan saraf pusat seperti hiperaktifitas, agitasi, ansietas, insomnia, bingung, pening; gangguan dermatologi seperti erithema, steven Johnson syndrome, dermatitis, urticaria; gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, perubahan warna pada gigi, glositis dan stomatitis, dan gangguan hematologi seperti anemia, anemia hemolisis, thrombocytopenia, leukoenia, agranulositosis (Lacy, dkk, 2004). Selain itu penggunaan Amoxicillin dengan dosis tinggi juga dapat menyebabkan toksik terhadap SST yaitu terjadinya pansitopenia (Glaxo, 2008)
Kontra Indikasi         :
Amoxicillin dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitifitas terhadap penisilin dan sefalosporin, khususnya pada penderita yang memiliki gangguan ginjal, hati dan sistem hematologi (Lacy et.al., 2004) serta pada penderita dengan infeksi mononukleus karena dapat menyebabkan ruam (McEvoy, 2002). Amoxicillin juga dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap sefalosporin karena dapat mengakibatkan terjadinya cross allergenicity (alergi silang)(Glaxo,2008).
Interaksi Obat           :
Penggunaan amoxicillin dan antasida secara bersamaan, dapat menyebabkan penurunan absorbsi dari antasida. Penggunan disulfiram dan probenesid juga memiliki peran dalam meningkatkan efek amoxicillin. Amoxicillin dapat meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin. Kombinasi amoxicilin dengan asam klavulanat (inhibitor kuat bagi beta-laktamase bacterial) membuat amoxicilin menjadi lebih efektif terhadap kuman yang memproduksi penisilinase. Terutama digunakan terhadap infeksi saluran kemih dan saluran nafas yang resisten terhadap amoxicillin (Tjay dan Rahardja, 2008). Penggunaan Probenesid secara bersamaan dengan Amoxicillin dapat memperlambat ekskresi Amoksisilin. (Glaxo, 2008). Selain itu, golongan penicillin juga mampu menurunkan efektivitas tetracycline, chlorampenicol, serta sediaan kontrasepsi oral (Lacy, dkk, 2004).
Dosis   :
0-1 tahun    : 100 mg 3 kali sehari
1-3 tahun    : 125 mg 3 kali sehari
3-10 tahun  : 250 mg 3 kali sehari (Tjay dan Rahardja, 2008).                               
d. Benzathine penicillin G
Mekanisme                 :                                                                                                          
Mengganggu sintesis dinding sel bakteri selama proses multiplikasi aktif yang menyebabkan dinding sel bakteri mati. Dan mempunyai aktivitas sebagai bakterisida.
Efek samping             :
CNS: konvulsi, bingung, drawsinnes,myoclonus, dan deman            ,
Dermatologi: rash
Endokrin dan metabolik: ketidakseimbangan elektrolit
Hematologi: anemia hemolitic
Local: trombophlebitis, pain
Renal: akut intersetitial nephritis
Miscellaneous: anapylaxis, reaksi hipersensitifitas, reaksi jarish herxheimer
Bentuk sediaan: injeksi dan suspensi ( 1ml, 2ml, dan 4ml)
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap penisilin
Perhatian: bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan seizure disorder, pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap beta-lactam, tidak direkomendasikan pada pasien yang terapi sipilis conginetal/ neurosipilis.
Dosis:
  • Bayi dan anak-anak: 25000-50000 unit/kg, max 1,2 juta unit/dosis
  • Dewasa: 1,2 juta unit/ dosis
Interaksi obat:
Probenecid dapat meningkatkan efek penisilin, aminoglikosida dapat memicu efek sinergis, penisilin dapat meningkatkan pemasukan methotrexate selama penggunaan bersama saatt terapi, tetrasiklin dapat menurunkan efek penisilin

4.2 Pereda Nyeri (analgesik)

Analgesi sederhana seperti paracetamol dapat digunakan. Pereda nyeri golongan non steroid (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Agents/NSAIDs) seperti ibuprofen tidak dianjurkan penggunaannya untuk sore throat atau tonsilitis pada anak-anak karena risiko efek samping seperti perdarahan lambung, mual muntah, nyeri perut, atau diare. Parasetamol bekerja mengurangi sore throat selama 2hari. Efek parasetamol ini juga dipengaruhi oleh efek plasebo

a. Paracetamol
Mekanisme aksi        :
Sebagai analgesik dan antipiretis dengan menghambat sintesa prostaglandin tetapi tidak mempunyai efek anti inflamasi. Obat ini memblok impuls nyeri; memproduksi antipiresis dari hambatan pusat pengaturan panas hipotalamus (Lacy, 2006).
Efek samping            :
Efek samping tak jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversibel. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosisi normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu tripeptida dengan-SH). Pada dosis di atas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan ireversibel. Dosis dari 20 g sudah berefek fatal. Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anoreksia. Penangulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetil sistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman,juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
Kontraindikasi           :
Parasetamol dikontraindikasikan terhadap pasen yang mengalami gangguan fungsi hati dan Penderita yang hypersensitive terhadap parasetamol
Interaksi Obat
  • Dengan anticonvulsant phenobarbitone memperkuat efek hepatotoksik parasetamol.
  • Dengan aspirin, meningkatkan konsentrasi aspirin dalam darah.
  • Dengan Chloramphenicol meningkatkan half life dari Chloramphenicol.
  • Barbiturat, karbamazepin, hydantoins, isoniazid, rifampin, sulfinpyrazone dapat meningkatkan potensi hepatotoksik dan menurunkan efek analgesik dari parasetamol.
  • Kolesteramin dan propantelin dapat menurunkan absorpsi parasetamol.
  • Metoklopramid dapat meningkatkan absorpsi dari parasetamol.Etanol dapat meningkatkan resiko induksi hepatotoksik dari parasetamol.
(Lacy, 2006).
Dosis                           :
Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5 – 1 g, maksimum 4 g per hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5 g per hari. Anak – anak: 4 – 6 dd 10mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 x sehari. Rektal 20 mg/kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd 240 mg, dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g (Tjay, 2002).


                                               
b.Ibuprofen
Mekanisme aksi        : Sebagai analgesik dan antiradang
Efek samping            : gangguan gastrointestinal, ruam kulit, bronkospasme,        trombositopenia, limpospenia, penglihatan kabur atau menurun
Kontraindikasi         : Hipersensitif terhadap NSAID lain dan aspirin. Tukak peptik, asma, rhinitis atau urtikaria, hamil trisemester tiga, sindrom polip nasal, angiodema, dan brank
 Dosis                          :Per Oral nyeri ringan-sedang : 400mg ( 4-6 jam/hari ) jika
 Bentuk sediaan         :
               Capsul 200mg; 400mg: Chew tab 50mg, 100mg; Tab 100mg,200 mg,400 mg, 600mg, 800mg; Drops 40mg/ml ; Suspensi 20,40
Interaksi Obat        :  
·         Anti Hipertensi; menurunkan respon antihipertensi (ACE-1,Beta Bloker,Diuretik)
·         Ibuprofen + Litium ; menyebabkan ekskresi litium menurun sehingga konsentrasi litium dalam plasma meningkat sampai mencapai level toksis
·         Antikoagulan ; Meningkatkan resiko bliding

4.3 tonsilektomi
Sore throat yang sering berulang kadang diputuskan untuk ditangani dengan tonsilektomi yang lebih dikenal dengan operasi pengangkatan amandel. sebenarnya tidak semua sore throat berulang harus ditangani dengan tonsilektomi. Berikut adalah kriteria diperlukannya tonsilektomi:
  • 7 atau lebih tonsilitis dalam 1 tahun
  • 5 atau lebih tonsilitis per tahun dalam periode 2 tahun
  • Pembesaran tonsil yang mengganggu pernapasan
  • Abses (kantung kumpulan nanah) di tonsil
  • Tonsil yang sangat tidak simetris
Pada banyak anak, episode sore throat yang berulang akan makin sedikit seiring berjalannya waktu tanpa tonsilektomi. Dan tonsilektomi sama sekali tidak menjamin terhentinya infeksi tenggorokan. Seperti umumnya operasi lain, tonsilektomi memiliki risiko seperti perdarahan dan infeksi.5,8 Jika tonsilektomi dilakukan, anak akan membutuhkan sekitar 2 minggu untuk penyembuhan. Selama periode tersebut, anak hendaknya tidak berkontak dengan orang yang sedang sakit karena tenggorokannya sedang sangat rentan terhadap infeksi. Makan dapat dimulai dengan banyak minum cairan dingin dan makanan lembut untuk selanjutnya diteruskan dengan makanan yang lebih padat.  Antibiotik juga tidak dianjurkan penggunaannya pada sore throat yang berulang, kecuali jika sore throat tersebut jelas disebabkan oleh GABHS.
  • Selain obat-obatan diatas, sore throat juga dapat diterapi dengan obat-obatan herba seperti:
  • Akar Marshmallow
  • Honeysuckle
  • Barberry
  • Eucalyptus
  • Chamomile
V. Pencegahan

Untuk menghindari sore throut dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
  • Hindari penggunaan bersama alat makan, gelas, maupun
  • Perbanyak mengkonsumsi air minum bersih dan sudah dimasak
  • Hindari kontak dengan penderita lain
  • Bebaskan lingkungan/ ruangan agar terhindar dari polusi
  • Jangan merokok maupun menjadi perokok pasif
  • Perlu dipertimbangkan penggunaan humidifier, terutama jika udara dalam rumah cenderung kering, misalnya karena penggunaan AC.
  • Jangan merokok.
  • Hindari makanan yang terlalu pedas atau asam





DAFTAR  PUSTAKA


Anonim a. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Anonim b.2007. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta : CMP Medica

Del Mar, Chris and Paul Glasziou. 2004.Sore Throat
 Opened at    :   12 Maret 2009
Availabel at : BMJ%20Clinical%20Evidence%20Sore%20Throat.pdf

Itqiyah Nurul. 2006. Sore Throat dan Tonsilitis

Opened at    :   12 Maret 2009

Lacy, Charles F., Lora L. Amstrong, Marton P. Goldman, Leonard L. Lance. 2004. Drug Information Handbook 12th Edition. Lexi Comp. Ohio.


Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Bandung : ITB

Mycek,Marry J.,2001.Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.Widya Medika :
               Jakarta

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia Pustaka

0 comments:

Post a Comment