7 December 2011

Therapeutic Drug Monitoring Digoksin Pada Penderita Gagal Jantung Kongestif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
TDM adalah proses pemantauan kadar obat di dalam darah. TDM dilakukan untuk mengukur kadar obat dalam darah, sehingga dosis obat yang paling efektif dapat ditentukan dan dosis toksis dapat dihindari. Fungsi pelayanan TDM adalah memilih obat, merancang aturan dosis, menilai respon penderita, menentukan perlunya pengukuran obat dalam serum, dan menetapkan kadar obat dalam serum tersebut. TDM dilakukan pada kasus yaitu pada pemberian obat yang paten pada penderita dimana kadar obat dalam plasma harus dipertahankan agar tetap berada pada konsentrasi terapetik. Karena setiap penderita memiliki perbedaan dalam proses absorpsi, distribusi dan eleminasi obat maka perlu dilakukan TDM untuk menilai respon penderita terhadap aturan dosis yang dianjurkan (Shargel L, 2005).
Interaksi obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi obat dianggap penting secara klinis jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi sehingga terjadi perubahan pada efek terapi.
Pada pasien gagal jantung dengan edema diberikan furosemid dengan tujuan untuk mengurangi gejala retensi cairan pada penderita gagal jantung. Namun furosemid tidak dapat mengendalikan gejala gagal jantung, maka dokter memutuskan untuk mengganti obatnya menjadi digoksin yang kombinasikan dengan verapamil. Efek samping dari digoksin dapat diperburuk dengan penambahan diuretik. Walaupun memungkinkan terjadinya interaksi. Obat biasanya digunakan bersamaan dengan alasan. Diuretik dapat menurunkan kadar kalium dalam darah. Kadar kalium penting dalam terapi digoksin. Ketika kadar kalium dalam darah terlalu rendah, hal ini dapat menyebabkan  kram pada otot, lemah, dan detak jantung abnormal. Maka, suplemen kalium sangat dibutuhkan bila jumlah kalium kurang.

1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui kadar digoksin sebagai obat gagal jantung dalam plasma jika dikombinasikan dengan verapamil.

1.3. Tujuan Penulisan
Untuk  mengetahui kadar digoksin sebagai obat gagal jantung dalam plasma.

1.4. Manfaat Penulisan
Dapat diketahui dosis digoksin yang harus diberikan dokter untuk penderita gagal jantung.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Therapy Drug Monitoring (TDM)
Therapy Drug Monitoring (TDM) atau yang sering dikenal dengan Therapeutic Drug Monitoring (TDM) adalah proses pemantauan kadar obat di dalam darah. TDM dilakukan untuk mengukur kadar obat dalam darah, sehingga dosis obat yang paling efektif dapat ditentukan dan dosis toksik dapat dihindari. TDM dilakukan pada kasus-kasus tertentu, yaitu pada pemberian obat yang paten kepada penderita, yang mana kadar obat dalam plasma harus dipertahankan agar tetap berada dalam batas yang dekat dengan konsentrasi terapeutik. Karena perbedaan antar penderita dalam hal absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat maupun dalam perubahan kondisi atau fisiologi penderita, maka dalam beberapa rumah sakit dilakukan adanya pelayanan TDM, untuk menilai respon penderita terhadap aturan dosis yang dianjurkan. Fungsi lain diadakannya TDM adalah:
·                   Memilih obat
·                   Merancang aturan dosis
·                   Menilai respon penderita
·                   Menentukan perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam serum
·                   Menetapkan kadar obat
·                   Melakukan penilaian secara farmakokinetik kadar obat
·                   Menyesuaikan kembali aturan dosis
·                   Memantau konsentrasi obat dalan serum
·                   Menganjurkan adanya persyaratan pengobatan khusus
(Shargel L., 1985)
TDM dapat membantu paramedis untuk menyediakan obat yang efektif dan bagi pasien yang membutuhkan terapi pengobatan. TDM penting untuk pasien yang memiliki penyakit lain yang dapat mempengaruhi kadar obat, atau bagi pasien yang mengkonsumsi obat lain yang mungkin mempengaruhi kadar obat dalam darah akibat terjadinya interaksi.



2.2 Gagal Jantung
a. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian dimana jantung tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh. Gagal jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi (Sukandar, 2009).
Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai, seperti payah jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi (Sukandar, 2009).

b. Patofisologi                                                                                                                              
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah pada jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme yang normal. Pada tahap awal gagal jantung, kerja pompa jantung dirawat oleh mekanisme kompensasi seperti menaikkan pengisian ventrikel (increase preload).
Beberapa istilah dalam gagal jantung yaitu kegagalan akut dan kronis, gagal jantung kanan dan kiri, kegagalan output rendah dan tinggi, gagal jantung depan dan belakang (Amir, 2007).

2.3  Digoksin
2.3.1. Tinjauan Farmakologi
·         Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi).
·         Kontraindikasi
Intermittent complete heart block, blok AV derajat II, supraventricular arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome, takikardia ventricular atau fibrilasi,  hypertropic obstructive cardiomyopathy.
·         Efek samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi, aritmia, heart block, jarang terjadi rash, iskemia intestinal, gynecomastia pada penggunaan jangka panjang, trombositopenia (Anonim a, 2009).
·         Interaksi
-            Dengan Obat Lain  
Efek Cytochrome P450 : substrat  CYP3A4 (minor) : Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan diltiazem  mempunyai efek aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada denyut jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin), metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin  dosis digoksin diturunkan 33 % hingga 50 % pada  pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil. Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat meningkatkan kadar digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan digoksindihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah digoksin yang  menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
Menurunkan efek :  Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan penurunan kadar digoxin dalam darah.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik  aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin (Anonim a, 2009).
-          Dengan Makanan
Kadar serum puncak digoksin dapat diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan pektin menurunkan absorpsi oral digoksin, hindari ephedra (risiko stimulasi kardiak), hindari natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan meningkatkan  hilangnya  kalium dalam tubuh) (Anonim a, 2009).

2.3.2. Sifat Fisikokimia Digoksin
Gambar 1. Struktur Digoksin

§  Berat Molekul          :  780,95.
§  Rumus strukturnya   : C41H64O14.
§  Pemerian                   : Berupa hablur, jernih hingga putih atau serbuk hablur putih tidak berbau
§  Kelarutan                  : Digoksin tidak larut dalam air, dehidrat alkohol, eter, aceton, dan etil asetat; larut dalam  122 bagian etanol (80%) dan 4 bagian piridin; sedikit  kloroform; larut dengan campuran kloroform dan metanol.
§  pH                            : 7 berada dalam keadaan tak terionisasi.
§  Koefisien partisi       : Log P(octanol/air), 1,26
§  Waktu paruh             : Waktu paruh plasma sekitar 20-50 jam, diperpanjang pada subjek dengan kerusakan ginjal
§  Volume distribusi     : Sekitar 5-10 L/kg
§  Klirens                      : Klirens plasma sekitar 1 sampai 4 mL/min/kg.
  • Distribusi dalam darah : Plasma rasio keseluruhan darah 0,93
§  Ikatan protein           : Pada plasma sekitar 22-30%
§  Dosis                        :  62.5-250 µg per hari
(Moffat, et al., 2005).

2.4. Verapamil
·           Sifat Fisikokimia
Serbuk kristal berwarna putih, larut dalam air, larut sebagian dalam alkohol, larut baik dalam metil alkohol. (Anonim, 2010).
·         Deskripsi
Verapamil merupakan obat yang termasuk kelompok calcium channel blocker yang bekerja dengan cara mengendurkan otot jantung dan pembuluh darah (Elin, 2010).
·         Indikasi
Digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), angina, dan gangguan irama jantung tertentu (Elin, 2010).
·         Mekanisme kerja:
Menghambat masuknya ion kalsium ke dalam ”slow channel” atau daerah sensitif tegangan pada pembuluh darah otot polos dan miokardium pada saat depolarisasi; menghasilkan relaksasi otot polos pembuluh darah koroner dan vasodilatasi koroner, meningkatkan oksigenasi miokardial pada pasien dengan angina vasospastik, memperlambat otomatisitas dan konduksi nodus AV (Anonim b, 2009).
·         Interaksi
-          Dengan obat lain
Dengan Obat Lain : Peningkatan toksisitas: verapamil dengan amiodaron dapat meningkatkan kardiotoksisitas, dengan aspirin dapat meningkatkan waktu pendarahan, dengan simetidin dapat meningkatkan bioavaibilitas verapamil, dengan beta bloker dapat menyebabkan peningkatan efek depresi pada konduksi AV di jantung, dengan karbamazepin dapat meningkatkan level karbamazepin, dengan siklosporin dapat meningkatkan level siklosporin, dengan digoksin dapat meningkatkan level digoksin, dengan doksorubisin dapat meningkatkan level doksorubisin, dengan teofilin dapat menyebabkan peningkatan aksi farmakologi teofilin sampai penurunan klirens teofilin, dengan vekuronium dapat meningkatkan level vekuronium, dengan dantrolen dapat menghasilkan hiperkalemia dan depresi miokardial (Anonim b, 2009).
-          Dengan makanan
Jus anggur akan meningkatkan konsentrasi serum verapamil, hindari penggunaan bersamaan. Hindari efedra, yohimbe, ginseng (dapat memperparah aritmia atau hipertensi). Hindari bawang putih (dapat meningkatkan efek antihipertensi) (Anonim b, 2009).



BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Kasus
LJ, seorang pria berusia 30 tahun, didiagnosa gagal jantung kongestif (CHF). Tingginya 5'9" (175cm) dengan berat badan 80 kg. Dia diberi Furosemide untuk mengendalikan gejala CHF. Setelah beberapa hari, dokter menemukan bahwa terapi diuretik tidak dapat mengendalikan gagal jantunganya, dan LJ juga menderita aritmia jantung. Dokter memutuskan untuk memberikan Lanoxin ® (Digoxin) tablet dan Isoptin ® (verapamil) tablet. Untuk mencapai konsentrasi terapi Lanoxin ® (1,5 ng/mL), apa yang disarankan dan pemilihan regimen dosis untuk Digoxin?. (serum kreatinin LJ: 1,4 mg/dL) (Tablet untuk Digoxin 0,5 mg/0.25mg/0.125mg, dan diasumsikan Digoxin diserap secara cepat)

3.2. Penyelesaian
Informasi yang didapat :
Pria dengan CHF, 30 tahun, tinggi 5’9” (175 cm), berat 80 kg CpCreatinin=1.4 mg/dL.
Bioavailabilitas untuk tablet Digoxin : 0,7
Faktor Klirens :0,75 dari efek Verapamil
IBW (Idela Body Weight) = 50 kg + 2,3 kg (Height-5’)
IBW = 50 kg + 2,3. (9) = 70,7 kg         TBW < 1,2 IBW
Clcreat (male) =
Clcreat (male) =  = 87,3 (mL/min) (Use TBW for CLCreat)
ClDigoxin = 0,33 mL/kg/min.IBW + 0,9. Clcreat (with – CHF)
CL = 0,33. 70,7 + 0,9. 87,3 = 101,9 (mL/min)           tanpa Verapamil
CL = CL. 0,75 = 76,43 (mL/min)        dengan Verapamil
      = 76,43 mL/min. 1440 min/day. 1L/1000mL = 110,1 L/hari
VDigoxin = 3,8L/kg. IBW + 3,1. Clcreat
Vd = 3,8. 70,7 + 3,1. 87,3 = 539,3 (L)
1,5 ng/mL = 1,5 µg/mL

Untuk mendapatkan konsentrasi inisial dari 1,5 µg/mL, CP0 =
LD = CP0. Vd/F = (1,5 µg/mL).(539,3 L)/0,7 = 1155,6 µg ~ 1125 µg (2*500 µg + 1*125µg)

Pengaturan dosis untuk menyediakan konsentrasi yang sama :
MD = Cl. Cpss. τ / F = (110,1 L/hari)(1,5 µg/mL)(1 hari)/0,7 = 235,9 µg/hari ~ 250 µg/hari

3.3. Pembahasan
            Pada kasus ini, pasien mengalami gagal jantung disertai dengan edema. Pada mulanya, dokter memberikan diuretika Furosemid dengan tujuan untuk mengontrol retensi cairan pada gagal jantung. Namun furosemid tidak dapat mengendalikan gejala gagal jantung pada pasien. Maka, dokter memutuskan untuk mengganti obat menjadi digoxin yang dikombinasikan dengan verapamil. Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang memiliki efek sebagai pengobatan gagal jantung dan aritmia supraventrikular. Mekanisme kerja digoksin adalah menghambat pompa  Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular : Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatan - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum konsentrasi digoksin yang lebih tinggi. Sedangkan verapamil digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), angina, dan gangguan irama jantung tertentu (Elin, 2010). Mekanismenya dengan menghambat masuknya ion kalsium ke dalam ”slow channel” atau daerah sensitif tegangan pada pembuluh darah otot polos dan miokardium pada saat depolarisasi; menghasilkan relaksasi otot polos pembuluh darah koroner dan vasodilatasi koroner, meningkatkan oksigenasi miokardial pada pasien dengan angina vasospastik, memperlambat otomatisitas dan konduksi nodus AV (Anonim b, 2009). Verapamil dapat menurunkan klirens dari digoxin yang disebabkan karena verampamil dapat mempengaruhi filtrasi glomerulus atau menurunkan ekskresi renal digoxin.
            Karena kombinasi antara digoksin dengan verapamil dapat meningkatkan resiko terjadinya efek toksik (digoksin juga mempunyai efek terapi sempit), maka sebelum pemberian obat kepada pasien, harus dilakukan pengaturan dosis ulang terhadap digoksin sehingga dapat memberikan efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik. Berdasarkan parameter farmakokinetik yang diketahui, maka dapat dilakukan perhitungan dosis baru yang memenuhi dosis terapi tanpa menimbulkan toksisitas. Berdasarkan perhitungan, maka didapat dosis baru dari digoksin yaitu 250 µg/hari.    
BAB IV
KESIMPULAN

Jika digoksin dikombinasikan dengan verapamil maka dosis digoksin harus disesuaikan (diturunkan) untuk mendapatkan efek terapi bagi penderita gagal jantung tanpa mengakibatkan efek toksik.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2009. Info Obat Digoksin (cited 2010, November 14). Available at : http://medicatherapy.com/index.php/content/read/40/infoobat/digoksin
Anonim b. 2009. Info Obat Verapamil (cited 2010, November 14). Available at : http://medicatherapy.com/index.php/content/read/40/infoobat/verapamil
Anonim a. 2010. Verapamil (Cited 2010 November 14). Available at: http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/403-verapamil.html
Elin. 2010. Verapamil (cited 2010, November 14). Available at : http://www.detikhealth.com/read/2010/07/07/125437/1394742/769/verapamil
Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons, In Pharmaceuticals, Body Fluids, and Postmortem Material, 3rd Edition.  London: Pharmaceutical Press.
Shargel, L. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press.
Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. Sigit, K. Adnyana, P. Setiadi, Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
Tjay T.H dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi ke 6. Jakarta: PT Gramedia.





0 comments:

Post a Comment