25 June 2011

EMULSIFIKASI

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

EMULSIFIKASI


 


 


 


 


 


 


 


 

PERCOBAAN 2

EMULSIFIKASI


 

  1. TUJUAN PERCOBAAN
    1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi
    2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
    3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
    4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi
  2. DASAR TEORI

Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik fase terdispers atau fase kontinu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu massa setengah padat (semisolid). Jadi sitem emulsi berkisar dari cairan (lotio) yang mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispers umumnya berkisar 0,1 - 10mm, walaupun partikel sekecil 0,01mm dan sebesar 100mm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan.

Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh: air) sedangkan lainnya relatif nonpolar (sebagai contoh: minyak). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe o/w dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat nonionik, akasia (gom), tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan termasuk tipe o/w. makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad merupakan tipe emulsi w/o.

Emulsi yang dipakai untuk obat luar bisa bertipe o/w atau w/o, emulsi tipe o/w menggunakan zat pengemulsi (emulsifier) berikut: natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat, sabun-sabun monovalen seperti natrium oleat dan self emulsifying glyceryl monostearate, yakni gliseril monostearat yang dicampur dengan sedikit sabun bervalensi satu (monovalen) atau suatu alkil sulfat. Emulsi farmasi w/o digunakan hampir untuk semua penggunaan luar dan bisa mengandung satu atau beberapa pengemulsi berikut: sabun-sabun polivalen seperti kalsium palmitat, ester-ester sorbitan (Spans), kolesterol dan lemak wool.

Suatu emulsi o/w merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispers mempunyai fase yang tidak enak. Yang lebih bermakna dalam farmasi kini adalah pengamatan tentang beberapa senyawa yang larut dalam lemak seperti vitamin, diabsorpsi lebih sempurna jika diemulsikan daripada diberikan per oral dalam suatu larutan berminyak. Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat-obatan yang diberikan secara oral. Emulsi radiopaque telah ditemukan untuk penggunaan sebagai zat diagnostic dalam pengujian sinar X. Emulsifikasi secara luas digunakan dalam produk farmasi dan kosmetik untuk pemakaian luar. Terutama untuk lotion dermatologik dan lotion kosmetik serta krem karena dikehendakinya suatu produk yang menyebar dengan mudah dan sempurna pada areal dimana ia digunakan. Sekarang produk semacam itu dapat diformulasi menjadi dapat tercuci air dan tidak berkarat. Produk seperti itu jelas lebih dapat diterima bagi pasien dan dokter daripada produk berlemak yang digunakan satu atau beberapa abad yang lalu. Emulsifikasi digunakan dalam produk aerosol untuk menghasilkan busa. Propelan yang membentuk fase cair terdispers di dalam wadah menguap bila emulsi tersebut dikeluarkan dari wadahnya. Ini menghasilkan pembentukan busa.


 

Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing berbeda bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil. Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut:

  1. Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada antarmuka minyak/air membentuk lapisan monomolekular dan mengurangi tegangan antarmuka.
  2. Koloid hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar tetesan-tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w.
  3. Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorpsi pada batas antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur dan membentuk suatu lapisan partikel di sekitar bola-bola terdispers.

Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di bidang farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari produk jadi. Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Beberapa peneliti mendefinisikan ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk. Creaming yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi bola-bola fase dalam, kadang-kadang tidak dipertimbangkan sebagai suatu tanda ketidakstabilan. Tetapi suatu emulsi adalah suatu sistem yang dinamis, dan flokulasi serta creaming yang dihasilkan menggambarkan tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase dalam yang sempurna. Lebih-lebih lagi dalam hal emulsi farmasim creaming mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan, tanpa pengocokan yang sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya pemberian dosis yang berbeda. Tentunya bentuk penampilan dari suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu masalah nyata bagi pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase dalam.

Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase, yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi, inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Begitu terjadi inversi fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu pertanda dari ketidakstabilan.

Dari pertimbangan-pertimbangan ini, ketidakstabilan dari emulsi farmasi bisa digolongkang sebagai berikut:

  1. Flokulasi dan creaming.

    Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot jenis.

  2. Penggabungan dan pemecahan.

    Creaming harus dilihat secara terpisah dari pemisahan, karena creaming merupakan suatu proses bolak-balik, sedangkan pemecahan merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan kembali dengan mudah, dan dapat terbentuk kembali suatu campuran yang homogen dari suatu emulsi yang membentuk krim dengan pengocokan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. Jika terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mensuspensikan kembali bola-bola tersebut dalam suatu bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung. Telah dilakukan suatu usaha yang dapat dipertimbangkan untuk mempelajari ketidakstabilan pemecahan.

  3. Berbagai jenis perubahan kimia dan fisika.
  4. Inversi fase.


 

  1. ALAT DAN BAHAN

    ALAT :

  • Sendok tanduk
  • Perkamen
  • Pipet tetes
  • Gelas Ukur
  • Tabung raksi
  • Gelas Beaker
  • Tangas Air
  • Pengaduk elektrik
  • Tabung sedimentasi
  • Alat tulis

BAHAN

  • Tween
  • Span
  • Minyak
  • Air


 


 


 


 

  1. CARA KERJA


     

IV.1 PERHITUNGAN AWAL.


 

/R Minyak         20 gram

Tween        

            Total = 3 gram

Span

Air         ad    100 gram


 

Di laboratorium tidak tersedia emulgator Span, oleh kerena itu diganti dengan gliserin yang memiliki nilai HLB 3,8. Perhitungan penimbangan menjadi :

Perhitungan 1 (untuk HLB butuh = 5)

Misalkan jumlah Tween yang dibutuhkan adalah a gram maka jumlah gliserin yang dibutuhkan adalah (3-a) gram. Sehingga perhitungannya menjadi :


 

    (a x 15) + { (3-a) x 3,8} = 3 x 6

    15a + 11,4 + 3,8a = 18

         11,2 a = 18 – 11,4

         11,2 a = 6,6

         a = 0,5893

Jadi jumlah Tween yang diperlukan adalaj 0,5893 gram dan jumlah gliserin yang dibutuhkan adalah (3-0,5893) gram yaitu 2,4107 gram.

Dengan cara menghitung yang sama untuk nilai HLB butuh berikutnya diperoleh data sebagai berikut :


 

No 

Nilai HLB butuh 

Jumlah Tween (gr) 

Jumlah Gliserin (gr)

1 

6

0,5893

2,4107

2 

7

0,8571

2,1429

3 

8

1,1250

1,8750

4 

9

1,66

1,34

5 

10

1,553

1,447

6 

11

1,9286

1,0714

7 

12

2,1964

0,8036

8 

13

2,4643

0,5357

9 

14

2,7231

0,2673


 

    IV.2 CARA KERJA


 


 


 


 


 


 


 

    


 


 


 


 


 


 

  1. HASIL


 

NO 


 

Nilai HLB 

Hari ke- 

I 

II 

III 

IV 

1

6

2,2

2,2

2,2

2,3

2

7

2,5

2,7

2,7

2,7

3

8

2,6

2,6

2,6

2,6

4

9

2,3

2,3

2,4

2,4

5

10

2,2

2,2

2,2

2,2

6

11

2,6

2,9

2,9

2,9

7 

12 

2,3 

2,4 

2,4 

2,4 

8 

13 

2,8 

2,9 

2,9 

2,9 

9 

14 

2,5 

2,6 

2,7 

2,7 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

  1. PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini praktikan akan membuat suatu sistem emulsi dimana tujuannya untuk mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi. Emulgator yang digunakan adalah Tween 80 dan gliserin. Pertama-tama seluruh bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu. Selanjutnya Tween 80 dicampur dengan air dan gliserin dengan minyak jagung. Kedua campuran tersebut dipanaskan diatas penanggas air dengan suhu 600. Selanjutnya kedua campuran tersebut ditaruh diatas pengaduk elektrik selama 5 menit. Hasil ditampung di tabung sedimentasi. Tinggi emulsi diusahakan sama disetiap tabung. Setelah diamati selama 6 hari terdapat adanya creaming pada semua emulsi yang dibuat.

Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di bidang farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari produk-produk jadi. Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan penampilan bau, warna dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Beberapa peneliti mendefinisikan ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan fase dalam dan pemisahannya dari produk. Creaming yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi bola-bola fase dalam, kadang-kadang tidak dipertimbangkan sebagai suatu tanda ketidakstabilan. Tetapi suatu emulsi adalah suatu sistem yang dinamis dan flikulasi serta creaming yang dihasilkan menggambarkan tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase dalam yang sempurna. Creaming mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan tanpa pengocokan yang sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya pembe;rian dosis yang berbeda. (Martin dkk, 1990)

Creaming harus dilihat terpisah dari pemecahan, karena creaming merupakan suatu proses bolak-balik, sedangkan pemecahan merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan kembali dengan mudah dan dapat membentuk kembali suatu campuran yang homogen dari suatu emulsi yang terbentuk krim dengan pengocokan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. (Tim Penyusun, 2008)

Pada praktikum emulsifikasi, praktikan mengamati kestabilan emusli dengan mengamati ada/tidaknya creaming pada sediaan emusli yang telah diketahui nilai HLB-nya. Praktikan mengamati Sembilan sediaan emulsi yang masing-masing nilai HLB butuhnya adalah 6,7,8,9,10,11,12,13, dan 14. Dari semua sediaan, semuanya mengahasilkan creaming di bagian atas dengan tinggi yang bervariasi.

Tinggi emulsi yang membentuk krim bervariasi. Nilai tinggi yang didapat dari HLB 6,7,8,9,10,11,12,13 dan 14 pada hari pertama berturut-turut adalah 2,8, 2,5, 2,3, 2,6, 2,2, 2,3, 2,6, 2,5, 2,2 cm. Pada hari kedua berturut-turut adalah 2,2, 2,7, 2,6, 2,3, 2,2, 2,9, 2,4, 2,9 dan
2,6 cm. Pada hari ketiga berturut-turut adalah 2,2, 2,7, 2,6, 2,4, 2,2, 2,9, 2,4, 2,9
dan
2,7 cm. Pada hari keempat berturut-turut adalah 2,3, 2,7, 2,6, 2,4, 2,2, 2,9, 2,4, 2,9 dan 2,7 cm.

    Menurut persamaan Hk. Stoke tentang pengendapan yaitu :


 


 

Dimana adalah kecepatan akhir dalam cm/detik. d adalah diameter partikel dalam cm. Ps dan Po berturut-turut adalah kecepatan dari fase terdispersi dan medium pendispersi, g adalah percepatan karena gravitasi. No adalah viskositas dari medium pendispersi dinyatkan dalam satuan poise.

Analisa dari persamaan di atas adalah , jika fase terdispersi kurang rapat dibandingkan dengan fase kontinyu, kecepatan sedimentasi menjadi negatif, yakni, dihasilkannya creaming yang mengarah ke atas. Jika fase dalam lebih berat dari fase luar, bola-bola akan mengendap, fenomena ini sering terdapat pada emulsi tipe w/o dimana fase dalamnya lebih rapat daripada fase kontinyu minyak. Efek ini dikenal dengan creaming yang mengarah ke bawah. (Martin dkk, 1990)

Hasil pengamatan menunjukkan jenis creaming yang pertama, yakni, creaming yang mengarah ke atas. Hal ini karena kerapatan fase terdispersi ( dalam hal ini minyak ) lebih kecil dari air.

Ketidakstabilan emulsi kemungkinan dapat disebabkan karena penggunaan emulgator yang tidak sesuai, proses pengadukan yang kurang sempurna dan kesalahan praktikan dalam menimbang bahan-bahan yang digunakan.

KESIMPULAN

  1. Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam dalam fase cair lain.
  2. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA

Martin, dkk. 2008. Farmasi Fisik. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisika. Jimbaran : Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.

Tim Penyusun. 2009. Petujuk Praktikum Farmasi Fisika. Jimbaran : Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

0 comments:

Post a Comment