25 June 2011

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PENETAPAN TITIK ISOSBESTIK


 

V. PENENTUAN TITIK ISOSBESTIK


 

  1. TUJUAN
    1. Mencari panjang gelombang pada titik isosbestik
    2. Menentukan konsentrasi sampel pada panjang gelombang titik isosbestik
    3. Membandingkan penetapan kadar pada panjang gelombang maksimum dan pada panjang gelombang titik isosbestik.


       

  2. PRINSIP

Spektra Serapan UV-Vis


 

Newton (1672) dapat menunjukkan bahwa pemecahan radiasi terlihat dari sinar matahari menjadi komponen-komponen yang berwarna dapat dilakukan dengan menggunakan prisma gelas disamping atmosfer yang berair. Dengan menggunakan serangkaian lensa dan prisma, maka sinar matahari dapat terpecah menjadi beberapa komponen yang berwarna dan dapat terlihat pada layar. Spektrum warna yang berasal dari matahari mempunyai urutan warna yaitu ultra violet, violet, nila, biru, hijau, kuning, jingga, merah, infra merah. Ternyata spektrum terlihat, dapat juga diperoleh dari lain sumber disamping matahari seperti pada pengaliran arus listrik melalui filamen yang terbuat dari bahan seperti tungsten menghasilkan suatu sumber yang berpijar yang memancarkan radiasi terlihat. Radiasi yang dipancarkan dari suatu sumber dapat dilihat oleh mata manusia bila radiasi terletak dalam daerah terlihat dari spektrum, tetapi sistem deteksi lain harus digunakan jika radiasi terletak diluar daerah ini (Hardjono, 2001).

    Dalam nomenklatur spektroskopi, absorpsi merupakan suatu proses penyerapan energi frekuensi radiasi tertentu secara selektif oleh species kimia di dalam medium tranparan. Disini energi radiasi elektromagnetik tersebut dipindahkan ke dalam atom atau molekul materi itu. Akibatnya terjadi suatu peningkatan energi elektronik atom-molekul tersebut (terjadi eksitasi elektron dari tingkat pemukaan energi dasar ke tingkat energi pemukaan energi eksitasi). Menurut teori kuantum, setiap partikel dasar (atom,ion, atau molekul) memiliki satu tingkat permukaan energi yang khas, dengan yang terendah disebut tingkat permukaan energi dasar (ground state) dan yang lebih tinggi disebut tingkat energi eksitasi (Widjaja dkk., 2008).

Molekul-molekul melibatkan tiga tipe transisi terkuantisasi bila berinteraksi dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi dengan energi radiasi sinar ultraviolet-sinar tampak (UV-vis), menyebabkan terjadinya promosi elektron orbital dari atom ataupun molekul dari tingkat energi elektronik rendah ke tingkat energi lebih tinggi. Harus diingat kembali bahwa untuk terjadinya absorpsi energi 'hv' foton harus benar-benar sama dengan perbedaan energi dua tingkat permukaan energi orbital. Transisi electron antara dua orbital disebut transisi elektronik sedangkan proses absorpsinya disebut absorpsi elektronik (Widjaja dkk., 2008).

    Suatu spektrometer serapan bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar 200 nm (pada ultra-violet dekat) sampai sekitar 800 nm (pada infra-merah sangat dekat). Lompatan elektron yang mungkin menyerap sinar pada daerah itu jumlahnya terbatas. Lompatan yang mungkin terjadi pada specktrum UV-vis ditunjukan dengan panah hitam, dan yang tidak mungkin dengan warna abu-abu. Panah dengan titik-titik abu-abu menunjukan lompatan yang menyerap sinar di luar daerah spektrum yang diamati (Clarck, 2007).


 

    Lompatan yang lebih besar membutuhkan enrgi yang lebih besar dan menyerap sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Lompatan yang ditunjukan dengan tanda panah abu-abu menyerap sinar UV dengan panjang gelombang yang lebih rendah dari 200 nm.

Lompatan yang penting diantaranya:

  • Dari orbital ®
    
  • Dari orbital n®
  • Dari orbital n®
    

    Artinya untuk menyerap sinar pada daerah antara 200 – 800 nm (pada daerah dimana spektra diukur), molekul harus mengandung ikatan pi atau terdapat atom dengan orbital non-ikatan. Ingat bahwa orbital non-ikatan adalah pasangan elektron bebas, misalnya pada oksigen, nitrogen, atau halogen. Bagian molekul yang dapat menyerap sinar disebut kromofor (Clarck, 2007).


     

Faktor-faktor yang mempengaruhi energi dari transisi adalah :

  1. Konjugasi dan delokalisasi

        Adanya konjugasi akan memperluas delokalisasi suatu senyawa. Serapan maksimum bergeser ke panjang gelombang yang lebih tinggi dengan meningkatnya delokalisasi. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi sehingga serapan maksimum bergeser ke frekuensi yang lebih pendek dengan meningkatnya delokalisasi. Dengan kata lain, serapan memerlukan energi yang lebih kecil dengan meningkatnya delokalisasi. Karena itu perbedaan energi antara orbital ikatan dan orbital anti-ikatan makin berkurang dengan meningkatnya delokalisasi. untuk senyawa-senyawa dengan delokalisasi yang sangat besar, panjang gelombang yang terserap akan cukup tinggi dalam daerah spektrum sinar tampak, dan senyawa akan terlihat berwarna. Contoh yang baik adalah pigmen tanaman yang berwarna orange, beta-karoten – yang ada pada wortel (Clarck, 2007).

  2. Polaritas

        Penambah suatu pelarut yang memiliki polaritas yang sama dengan polaritas jenis ikatan akan menstabilkan ikatan sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (batokromik) atau menuju panjang gelombang yang lebih pendek (hipokromik) (Clarck, 2007).


     


     


     

  3. pH

        Proses ionisasi untuk menghasilkan asam dan basa dalam air akan merubah struktur molekul dari senyawa sehingga terdapat perubahan-perubahan ikatan kimia. Bertambahnya atau berkurangnya jumlah ikatan phi akan mempengaruhi kemampuan delokalisasi (Clarck, 2007).


 

Titik Isosbestik


 

    Nama titik isosbestik ini berasal dari kata Yunani yaitu iso yang berarti sama dengan atau yang sama, dan sbestos yang berarti dapat dipadamkan (IUPAC, 2009). Panjang gelombang pada titik isosbestik merupakan panjang gelombang dimana kromofornya tidak dipengaruhi oleh pH (Widjaja, 2009) . Titik isosbestik adalah perpotongan beberapa spektrum absorpsi suatu kromofor pada berbagai pH. Titik isosbestik dapat pula diartikan sebagai panjang gelombang,
bilangan gelombang atau frekuensi di mana total absorbansi dari suatu sampel tidak berubah terjadi selama reaksi kimia atau perubahan fisik sampel.


 


 


 

    
 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

    Kurva di atas menggambarkan titik isosbetik dari suatu senyawa yang diukur absorbansinya pada pH yang berbeda. Kurva dengan garis kuning menunjukkan absorbansi panjang gelombang pada suasana asam. Kurva hijau menggambarkan absorbansi panjang gelombang pada suasana netral, dan kurva berwarna biru menggambarkan absorbansi pada suasana basa. Dari kurva terlihat perbedaan absorbansi pada masing-masing pH dan pada akhirnya akan ditemukan suatu panjang gelombang dimana pada ketiga pH tersebut memiliki besaran adsorbansi yang sama.


 

    Adsorbansi Fenolftalein

Fenolftalein merupakan salah satu indikator asam-basa. Fenolftalin sebagai indikator akan menunjukkan perubahan warna yang sangat signifikan yaitu tak berwarna dalam suasana asam dan berwarna merah muda pada larutan basa. Terdapat hubungan antara perubahan warna yang dihasilkan terhadap struktur molekulnya. Dibawah ini adalah struktur dari dua molekul yang berbeda warna :


 

Keduanya menyerap sinar ultra-violet, selain itu struktur di sebelah kanan juga menyerap sinar tampak dengan puncak 553 nm. Molekul dalam larutan asam tak berwarna karena mata tidak dapat mendeteksi fakta adanya penyerapan beberapa sinar ultra-violet. Akan tetapi, mata mampu mendeteksi penyerapan pada 553 nm yang dihasilkan oleh pembentukan molekul dalam larutan basa. Panjang gelombang 553 nm merupakan daerah hijau pada spektrum sinar tampak. Hijau dan merah muda (magenta) adalah warna komplementer, dimana apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan sinar putih. Warna dapat dilihat oleh mata adalah komplementer dari hijau (Clarck, 2007).

Perubahan warna tersebut terjadi berkaitan dengan perubahan struktur dari fenolftalein. Adanya perubahan struktur pada molekul fenolftalein menyebabkan terjadinya pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih tinggi pada larutan basa. Pergeseran ke panjang gelombang yang lebih tinggi terkait dengan derajat delokalisasi yang lebih besar (Clarck, 2007).

Berikut adalah struktrur pada larutan asam yang telah dimodifikasi – bentuk tak berwarna. Jangkauan delokalisasi ditunjukan dengan warna merah (Clarck, 2007).


 

Perlu diketahui bahwa delokalisasi terjadi pada ketiga cincin – melebar hingga ikatan rangkap dua karbon-oksigen, dan ke atom-atom oksigen karena adanya pasangan elektron bebas. Tetapi delokalisasi tidak meluas ke seluruh molekul. Atom karbon di tengah dengan empat ikatan tunggal menghalangi tiap daerah delokalisasi berhubungan satu sama lain. Sekarang bandingkan dengan bentuk yang berwarna merah muda:


 

Penataan-ulang menyebabkan delokalisasi melebar ke seluruh ion. Delokalisasi yang lebih besar ini menurunkan beda energi antara orbital molekul berpasangan yang tertinggi dan orbital pi anti-ikatan tak berpasangan yang paling rendah. Energi yang dibutuhkan untuk melompat lebih rendah dan panjang gelombang sinar yang diserap lebih panjang.


 


 


 

III.    ALAT DAN BAHAN

    ALAT:

  • Pipet volume
  • Gelas beaker
  • Pipet tetes
  • Labu takar
  • Ball filler
  • Spatula
  • Gelas ukur
  • Spektrofotometer
  • Tissue
  • Lap


     

    BAHAN:

  • Fenolftalein
  • HCl 37%
  • NaOH
  • Aquades    


 

IV.    PELAKSANAAN PERCOBAAN

  1. Pembuatan Larutan Baku
  • Larutan Baku Asam

    Dipipet 0,1 ml larutan phenolphtalein dengan kadar 10 µg/ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ditambahkan 0,2 ml HCl 0,1 M, kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas.

  • Larutan Baku Basa

    Dipipet 0,1 ml larutan phenolphtalein dengan kadar 10 µg/ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ditambahkan 0,2 ml NaOH 0,1 N, kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas.


     

  • Larutan Baku Netral

        Dipipet 0,1 ml larutan phenolphtalein dengan kadar 10 µg/ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas.

B.     Pelaksanaan Percobaan

1. Penentuan panjang gelombang maksimum pada laruran baku asam, netral, dan basa serta titik isosbestiknya.

  • Spektrofotometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan blangko aquadest.
  • Ketiga larutan baku diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260-660 nm.
  • Dicari panjang gelombang maksimum dari masing-masing larutan baku.
  • Dibuat kurva dan dicari titik isosbestiknya.

2.      Penentuan kadar sampel

  • Spektrofotometer di kalibrasi terlebih dahulu dengan blangko aquadest.
  • Larutan sampel diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang maksimum larutan baku asam dan basa serta pada titik isosbestiknya dan digunakan larutan baku netral sebagai standar.
  • Dicatat nilai absorbansinya dan dihitung untuk mendapatkan kadar dari sampel.


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Clarck, J. 2007. Spektra Serapan UV-Tampak.

Available at: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet tampak__uv-vis_/spectra_serapan_uv_tampak/

Opened on    : 7 Maret 2011

IUPAC. 2009. Isosbestic point. (Cited 2011 March,6).

Available at: http://www.iupac.org/goldbook/103310.pdf

Opened on    : 7 Maret 2011

Sastrahamidjojo, Hardjono. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta : Lyberti Kota.

Widjaja, I.N.K., K.W. Astuti, N.M.P. Susanti., dan I. M. A. G. Wirasuta. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisiko Kimia. Jimbaran : Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.

Widjaja, I.N.K., dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jimbaran : Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.


 

0 comments:

Post a Comment