2.1. Definisi
Nefropati diabetik adalah sindrom
klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap
(>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
sampai 6 bulan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan
LFG (laju filtrat glomerulus).1,2
Mikroalbuminuria didefinisikan
sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai
prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik.1
2.2. Epidemiologi
Insidens kumulatif mikroalbuminuria
pada pasien DM tipe 1 adalah 12.6% berdasarkan European Diabetes
(EURODIAB) Prospective Complications Study Group selama lebih
dari 7,3 tahun dan hampir 33% pada follow-up selama 18 tahun
pada penelitian di Denmark. Pada pasien dengan DM tipe 2, insidens
mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan prevalensi selama 10 tahun setelah
diagnosis adalah 25% di U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS). Proteinuria
terjadi pada 15-40% dari pasien dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens
sekitar 15-20 tahun dari pasien diabetes. Pada pasien dengan DM tipe 2,
prevalensi sangat berubah-ubah, berkisar antara 5 sampai 20%.4,5
Nefropati diabetik lebih umum di
antara orang Afrika-Amerika, Asia, dan Amerika asli daripada orang Kaukasia. Di
antara pasien yang memulai renal replacement therapy, insidens
nefropati diabetik dua kali lipat dari tahun 1991-2001. Rata-rata peningkatan
menjadi semakin menurun, mungkin karena pemakaian pada praktek klinis
bermacam-macam langkah yang berperan pada diagnosis awal dan pencegahan
nefropati diabetik, yang dengan cara demikian menurunkan perkembangan penyakit
ginjal yang terjadi. Bagaimanapun, pelaksanaan langkah-langkah ini jauh dibawah
tujuan yang diharapkan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan
penyebab utama gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus mempunyai
kecenderungan sebanyak 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal dibandingkan
populasi normal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1
dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe
1. Di Indonesia sendiri mencatat bahwa diabetes melitus menjadi penyebab gagal
ginjal kedua terbanyak, setelah glomerulonefritis, yang menjalani
hemodialisis. 5
Penelitian di Inggris membuktikan
bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi
dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes
melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga
berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi
nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang
di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai
39,3%.4
2.3 Faktor risiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II
berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah
ditemukan beberapa faktor risiko antara lain:5,6,7
- Kepekaan genetik
- Hiperglikemia
- Hipertensi
- Dislipidemia
- Hiperfiltrasi glomerular
- Merokok
- Tingkat proteinuria
- Faktor diet seperti jumlah dan sumber protein dan lemak dalam makanan.
2.4 Patogenesis Nefropati diabetik
Patogenesis, gambaran klinis, dan
bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun
sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih singkat. Hipertensi glomerular
dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling awal pada hewan
eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal
dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk
pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang
berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat
sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang
sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron
Diagram
2.2 Patogenesis Nefropati Diabetik7,8,9
Mekanisme terjadinya peningkatan
laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung
glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oksida, prostaglandin
dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi
sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai
oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang
memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi
sel dan permeabilitas kapiler. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari
mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Pada saat jumlah nefron
mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang
masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang
terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari
nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan
laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar,
tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, Insulin-like Growth
Factor 1 (IGF-1), Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari
hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler,
serta produksi Transforming Growth Factor β (TGF-β) yang diperantarai oleh
aktivasi protein kinase-C yang memiliki fungsi pada vaskuler seperti
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubule interstitialis. Hipertrofi dari
nefron-nefron yang masih sehat, lama kelamaan dapat menimbulkan kerusakan hal
ini berhubungan dengan peningkatan tekanan intra glomerulus. Perubahan
hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif,
seperti angiotensin II dan endotelin. Diperkirakan bahwa hipertensi pada
diabetes terutama disebabkan oleh spame arteriol eferen intrarenal dan
intraglomerulus. Hipertensi yang timbul bersamaan dengan bertambahnya kerusakan
ginjal, akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi neuron yang progresif. Secara
histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis,
ekspansi mesangium yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler
dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen,
serta fibrosis tubulo-interstisial 1,2,4,6,7,8
Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Pada
awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara non-enzimatik menjadi
basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang
lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika
proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End
Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara
bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan
dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel,
sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini
akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul
serta fibrosis tubulointerstisialis.1,6,8,10
Hipertensi yang timbul bersama
dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal
pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama
disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.1,10
Diabetes menyebabkan perubahan yang
unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis klasik dicirikan sebagai
penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus, hialinosis,
mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial
juga terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul
Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50%
pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria memiliki lebih banyak struktur heterogenitas daripada pasien
dengan DM tipe 1.5,6,7,8
Secara histologis, gambaran utama
yang tampak adalah penebalan membrana basalis, ekspansi mesangium yang kemudian
menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus, hialinosis arteriolar aferen
dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.1,5,8,9,10
2.5 Diagnosis dan Klasifikasi
Nefropati diabetic
Diagnosis nefropati diabetik dimulai
dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2.
Laju ekskresi albumin urin <30>300 mg/hari atau >200 µg/menit.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6 bulan. Jika 2 dari
3 tes positif ,maka diagnosis mikroalbuminuria dapat ditegakkan
Mogensen membagi 5 tahapan nefropati
diabetik, yaitu :1,2,5,8,9,10
a. Tahap 1
Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi
pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju ekskresi
albumin dalam urin meningkat.
b. Tahap 2
Secara klinis belum tampak kelainan
yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam
urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa
penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan
mesangium fraksional.
c. Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan
mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai
derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam.
Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan
ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.
d. Tahap 4
Merupakan tahap nefropati yang sudah
lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian
besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi
glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini
berhubungan dengan tingginya tekanan darah.
e. Tahap 5
Timbulnya gagal ginjal terminal.
Table 2.1. Derajat Nefropati Diabetik: Cutoff Values dari Albumin
Urin untuk Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang Utama5,7
Derajat
|
cutoff
values Albuminuria
|
Karakteristik
Klinis
|
Mikroalbuminuria
|
20-199 µg/mnt
|
·Nocturnal
·Peningkatan tekanan darah
|
|
30-299 mg/24
jam
|
·Peningkatan trigliserida, kolesterol total,
LDL, dan asam lemak jenuh
|
|
30-299 mg/g*
|
·Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik
·Disfungsi endotel
·Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan
penyakit kardiovaskuler
·Peningkatan mortalitas kardiovaskuler
·LFG stabil
|
Macroalbuminuria†
|
≥200 µg/mnt
|
Hipertensi
|
|
≥300 mg/24 jam
|
Peningkatan trigliserida
kolesterol total dan LDL
|
|
>300 mg/g*
|
·Asimptomatik
·Iskemik miokardial
·Penurunan LFG yang progresif
|
* Sedikit sampel urin
†Pengukuran proteinuria total (≥500
mg/24 jam atau ≥430 mg/l in sedikit sampel urin) dapat juga digunakan untuk
menetapkan derajat ini.
2.6 Evaluasi dan Penatalaksanaan
Pada saat diagnosa diabetes melitus
ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa,
demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin.1 Pemantauan yang
dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah
pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum
dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi
glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x
Berat badan *)
72 x kreatinin serum
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2.2. Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes 1,2,5,8
Derajat
|
cutoff
values Albuminuria
|
Karakteristik
Klinis
|
Mikroalbuminuria
|
20-199 µg/mnt
|
·Nocturnal
·Peningkatan tekanan darah
|
|
30-299 mg/24
jam
|
·Peningkatan trigliserida, kolesterol total,
LDL, dan asam lemak jenuh
|
|
30-299 mg/g*
|
·Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik
·Disfungsi endotel
·Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan
penyakit kardiovaskuler
·Peningkatan mortalitas kardiovaskuler
·LFG stabil
|
Macroalbuminuria†
|
≥200 µg/mnt
|
Hipertensi
|
|
≥300 mg/24 jam
|
Peningkatan trigliserida
kolesterol total dan LDL
|
|
>300 mg/g*
|
·Asimptomatik
·Iskemik miokardial
·Penurunan LFG yang progresif
|
Penatalaksanaan
Tatalaksana nefropati diabetik
tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria
atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana
nefropati diabetik adalah melalui :1,2,6,7,8,9
1. Pengendalian gula darah. Dapat
dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini
diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk
mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak
diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal.
Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat
diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi
hipoglikemia
2. Diet. Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
3. Diuretik. Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80
4. Anti hipertensi. Pemberian
antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena
hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban
jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan
dekompensasi kordis. Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah
<130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB.
Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki tekanan darah normal, penelitian
mutakhir menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju
penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan
tekanan darah, penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah
ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi
sel, hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin dan sintesa growth factor,
disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan
sensitivitas terhadap insulin.1 Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi
ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10-15
ml/menit dianjurkan untuk memulai dialisis.3,4,7,11
5. Statin. Statin diberikan pada
keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM
dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini
diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini
dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt.
Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada pasien ini sudah dianjurkan untuk melakukan
hemodialisis, namun keluarga dan pasien menolak.1,3,5,6,7,9
Terapi non farmakologis nefropati
diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet,
menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang
dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5
kali seminggu. Pembatasan asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan protein hingga
0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.1,2,4,5,6
Rujukan
American Diabetes Association menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli
dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai <
60 ml/menit/1.73m2 atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi dan hiperkalemia,
serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai
< 30 ml/menit/1.73m2 atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami
penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien
diragukan.1,2,7,9
2.7 Prognosis
Secara keseluruhan prevalensi dari
mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kedua tipe diabetes melitus
diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum
sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien
dengan NIDDM yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata
insidens (3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama
10-20 tahun.9,10,11
Mikroalbuminuria sendiri
memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari bermacam-macam penyebab dalam
diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperkirakan coronary and
peripheral vascular disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular
pada populasi umum nondiabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang
memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah dan stabil, dimana pasien
dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tingkat relatif
mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria memiliki karakteristik
hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relatif, dengan
mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-38 tahun (dilaporkan pada 110
wanita dan 80 pria)4,5,7.9,10,11
ESRD adalah penyebab utama kematian,
59-66% kematian pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens
kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10
tahun setelah onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah
onset proteinuria pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga
penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM,
meskipun terjadi pada usia yang relatif muda.9,10.11
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1.
Nefropati diabetik ditandai oleh terjadinya albuminuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal.
2. Faktor-faktor etiologis timbulnya
penyakit ginjal diabetik adalah:
- Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl [7,7-8,8 mmol/l]); AIC >7-8%
- Faktor-faktor genetis
- Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
- Hipertensi sistemik
- Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)
- Keradangan
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah
- Asupan protein berlebih
- Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
- Pelepasan growth factors
- Kelainan metabolisme karbohidrat/ lemak/ protein
- Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrane basalis glomerulus)
- Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ -H+ pump dan penurunan Ca2+- ATPasepump)
- Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
- Aktivasi protein kinase C
3. Prinsip tatalaksana nefropati
diabetik adalah melalui pengendalian gula darah, tekanan darah, perbaikan
fungsi ginjal dan pengendalian faktor komorbid.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi pada
pasien diabetes melitus untuk mengetahui adanya penurunan fungsi ginjal.
2. Perlu dilaksanakan penelitian
lebih lanjut mengenai nefropati diabetik agar diketahui data insidensi
nefropati diabetik di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hendromartono. Nefropati
Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007. 1898-1901.
2. Shaw KM, Cummings MH. Diabetes
Chronic Complications. 2nd edition. 2005. West Sussex: John Wiley and Sons,Ltd.
3. Boner G, Cooper ME. Management of
Diabetic Nephropathy. 2005. London: Martin Dunitz, Ltd.
4. Adam JMF. Komplikasi Kronik
Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahan. Supl 26:3;2005.
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/9-John%20Adam.pdf
[Diakses 30 Mei 2011]
5. Gross JL, de Azevedo MJ, Silveiro
SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovitz T. Diabetic Nephropathy: Diagnosis,
Prevention, and Treatment: Stages, Clinical Features, and Clinical Course.
http:/medscape.com [Diakses 30 Mei 2011]
6. Brenner B, Brady HR, O'Meara YM.
Nefropati Diabetik. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine. 2001. New
York: McGraw-Hill.
7. Kariadi SH. Diabetes? Siapa
Takut!! Panduan Lengkap untuk Diabetisi, Keluarganya, dan Profesional Medis.
2009. Bandung: Qanita.
8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK,
Fausto N. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Ed 7. 2006.
Jakarta: EGC.
9. Soman SS. Diabetic Nephropathy.
Henry Ford Hospital. Nov 19, 2009. http:/emedicine.medscape.com [Diakses 30 Mei
2011]
10. Dronavalli S, Duka I, Bakris GL.
The Pathogenesis of Diabetic Nephropathy. 2008. http:/cme.medscape.com [Diakses
30 Mei 2011]
11. National Kidney Foundation KDOQI
Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Diabetes
and Chronic Kidney Disease.2007.http://www.kidney.org/Professionals/kdoqi/guideline_diabetes/guide1.htm
[Diakses 30 Mei 2011]
0 comments:
Post a Comment