8 June 2012

NEFROPATI DIABETIK SEBAGAI KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS


2.1. Definisi
Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus).1,2
Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik.1


2.2. Epidemiologi
Insidens kumulatif mikroalbuminuria pada pasien DM tipe 1 adalah 12.6% berdasarkan European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study Group selama lebih dari 7,3 tahun dan hampir 33% pada follow-up selama 18 tahun pada penelitian di Denmark. Pada pasien dengan DM tipe 2, insidens mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan prevalensi selama 10 tahun setelah diagnosis adalah 25% di U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS). Proteinuria terjadi pada 15-40% dari pasien dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens sekitar 15-20 tahun dari pasien diabetes. Pada pasien dengan DM tipe 2, prevalensi sangat berubah-ubah, berkisar antara 5 sampai 20%.4,5

Nefropati diabetik lebih umum di antara orang Afrika-Amerika, Asia, dan Amerika asli daripada orang Kaukasia. Di antara pasien yang memulai renal replacement therapy, insidens nefropati diabetik dua kali lipat dari tahun 1991-2001. Rata-rata peningkatan menjadi semakin menurun, mungkin karena pemakaian pada praktek klinis bermacam-macam langkah yang berperan pada diagnosis awal dan pencegahan nefropati diabetik, yang dengan cara demikian menurunkan perkembangan penyakit ginjal yang terjadi. Bagaimanapun, pelaksanaan langkah-langkah ini jauh dibawah tujuan yang diharapkan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus mempunyai kecenderungan sebanyak 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal dibandingkan populasi normal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1. Di Indonesia sendiri mencatat bahwa diabetes melitus menjadi penyebab gagal ginjal kedua terbanyak, setelah glomerulonefritis, yang menjalani hemodialisis. 5 

Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.4

2.3 Faktor risiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor risiko antara lain:5,6,7
  1. Kepekaan genetik
  2. Hiperglikemia
  3. Hipertensi
  4. Dislipidemia
  5. Hiperfiltrasi glomerular
  6. Merokok
  7. Tingkat proteinuria
  8. Faktor diet seperti jumlah dan sumber protein dan lemak dalam makanan.


2.4 Patogenesis Nefropati diabetik
Patogenesis, gambaran klinis, dan bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih singkat. Hipertensi glomerular dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling awal pada hewan eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron

Diagram 2.2 Patogenesis Nefropati Diabetik7,8,9

Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. 
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1), Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming Growth Factor β (TGF-β) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang memiliki fungsi pada vaskuler seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.  Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubule interstitialis. Hipertrofi dari nefron-nefron yang masih sehat, lama kelamaan dapat menimbulkan kerusakan hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan intra glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin II dan endotelin. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spame arteriol eferen intrarenal dan intraglomerulus. Hipertensi yang timbul bersamaan dengan bertambahnya kerusakan ginjal, akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi neuron yang progresif. Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi mesangium yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial 1,2,4,6,7,8

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.1,6,8,10 

Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.1,10

Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus, hialinosis, mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak struktur heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1.5,6,7,8
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis, ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus, hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.1,5,8,9,10

2.5 Diagnosis dan Klasifikasi Nefropati diabetic
Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2.  Laju ekskresi albumin urin <30>300 mg/hari atau >200 µg/menit. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6 bulan. Jika 2 dari 3 tes positif ,maka diagnosis mikroalbuminuria dapat ditegakkan
Mogensen membagi 5 tahapan nefropati diabetik, yaitu :1,2,5,8,9,10

a. Tahap 1
Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

b. Tahap 2
Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan mesangium fraksional.

c. Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

d. Tahap 4
Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

e. Tahap 5
Timbulnya gagal ginjal terminal.
Table 2.1. Derajat Nefropati Diabetik: Cutoff Values dari Albumin Urin untuk Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang Utama5,7
Derajat
cutoff values Albuminuria
Karakteristik Klinis
Mikroalbuminuria
20-199 µg/mnt
  ·Nocturnal
  ·Peningkatan tekanan darah


30-299 mg/24 jam      
  ·Peningkatan  trigliserida, kolesterol total,  LDL, dan asam lemak jenuh


30-299 mg/g* 
  ·Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik
  ·Disfungsi endotel
  ·Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler
  ·Peningkatan mortalitas kardiovaskuler
  ·LFG stabil
Macroalbuminuria†
≥200 µg/mnt
Hipertensi


≥300 mg/24 jam
Peningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL


>300 mg/g*
    ·Asimptomatik
    ·Iskemik miokardial
    ·Penurunan LFG yang progresif

* Sedikit sampel urin
†Pengukuran proteinuria total (≥500 mg/24 jam atau ≥430 mg/l in sedikit sampel urin) dapat juga digunakan untuk menetapkan derajat ini.

2.6 Evaluasi dan Penatalaksanaan
Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin.1 Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)
72 x kreatinin serum
*) pada perempuan dikalikan 0,85








Tabel 2.2. Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes 1,2,5,8
Derajat
cutoff values Albuminuria
Karakteristik Klinis
Mikroalbuminuria
20-199 µg/mnt
  ·Nocturnal
  ·Peningkatan tekanan darah


30-299 mg/24 jam      
  ·Peningkatan  trigliserida, kolesterol total,  LDL, dan asam lemak jenuh


30-299 mg/g* 
  ·Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik
  ·Disfungsi endotel
  ·Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler
  ·Peningkatan mortalitas kardiovaskuler
  ·LFG stabil
Macroalbuminuria†
≥200 µg/mnt
Hipertensi


≥300 mg/24 jam
Peningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL


>300 mg/g*
    ·Asimptomatik
    ·Iskemik miokardial
    ·Penurunan LFG yang progresif


Penatalaksanaan
Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :1,2,6,7,8,9
1. Pengendalian gula darah. Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia 

2. Diet. Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.

3. Diuretik. Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80 

4. Anti hipertensi. Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB. Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki tekanan darah normal, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah, penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin dan sintesa growth factor, disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin.1 Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10-15 ml/menit dianjurkan untuk memulai dialisis.3,4,7,11

5. Statin. Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Pada pasien ini sudah dianjurkan untuk melakukan hemodialisis, namun keluarga dan pasien menolak.1,3,5,6,7,9
Terapi non farmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.1,2,4,5,6


Rujukan
American Diabetes Association menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/menit/1.73m2 atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi dan hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30 ml/menit/1.73m2 atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.1,2,7,9

2.7 Prognosis
Secara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.9,10,11

Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperkirakan coronary and peripheral vascular disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular pada populasi umum nondiabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relatif, dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-38 tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria)4,5,7.9,10,11

ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada usia yang relatif muda.9,10.11




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Nefropati diabetik ditandai oleh terjadinya albuminuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2. Faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah:
  • Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl [7,7-8,8 mmol/l]); AIC >7-8%
  • Faktor-faktor genetis
  • Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
  • Hipertensi sistemik
  • Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)
  • Keradangan
  • Perubahan permeabilitas pembuluh darah
  • Asupan protein berlebih
  • Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
  • Pelepasan growth factors
  • Kelainan metabolisme karbohidrat/ lemak/ protein
  • Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrane basalis glomerulus)
  • Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ -H+ pump dan penurunan Ca2+- ATPasepump)
  • Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
  • Aktivasi protein kinase C
3. Prinsip tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui pengendalian gula darah, tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal dan pengendalian faktor komorbid.

3.2 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mengetahui adanya penurunan fungsi ginjal.
2. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai nefropati diabetik agar diketahui data insidensi nefropati diabetik di Indonesia.







DAFTAR PUSTAKA

1. Hendromartono. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. 1898-1901.

2. Shaw KM, Cummings MH. Diabetes Chronic Complications. 2nd edition. 2005. West Sussex: John Wiley and Sons,Ltd.

3. Boner G, Cooper ME. Management of Diabetic Nephropathy. 2005. London: Martin Dunitz, Ltd.

4. Adam JMF. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahan. Supl 26:3;2005. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/9-John%20Adam.pdf [Diakses 30 Mei 2011]

5. Gross JL, de Azevedo MJ, Silveiro SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovitz T. Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment: Stages, Clinical Features, and Clinical Course. http:/medscape.com [Diakses 30 Mei 2011]

6. Brenner B, Brady HR, O'Meara YM. Nefropati Diabetik. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine. 2001. New York: McGraw-Hill.

7. Kariadi SH. Diabetes? Siapa Takut!! Panduan Lengkap untuk Diabetisi, Keluarganya, dan Profesional Medis. 2009. Bandung: Qanita.

8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Ed 7. 2006. Jakarta: EGC.

9. Soman SS. Diabetic Nephropathy. Henry Ford Hospital. Nov 19, 2009. http:/emedicine.medscape.com [Diakses 30 Mei 2011]

10. Dronavalli S, Duka I, Bakris GL. The Pathogenesis of Diabetic Nephropathy. 2008. http:/cme.medscape.com [Diakses 30 Mei 2011]

11. National Kidney Foundation KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for Diabetes and Chronic Kidney Disease.2007.http://www.kidney.org/Professionals/kdoqi/guideline_diabetes/guide1.htm [Diakses 30 Mei 2011]

0 comments:

Post a Comment