8 June 2012

PEMERIKSAAN SAMPEL SERUM | UJI KADAR GLUKOSA : METODE O- TOLUIDIN


a.       Tujuan Praktikum
Tujuan dari pemeriksaan serum tersebut adalah untuk mengukur kadar glukosa darah dengan cara membandingkan larutan standart dan larutan sample (serum) pasien
b.      Metode yang digunakan
Prinsip metode ini adalah glukosa bereaksi dengan O-toluidin dalam asam asetat panas dan menghasilkan senyawa berwarna hijau yang dapat ditentukan secara fotometer. Penentuan glukosa dengan O-toluidin dapat digunakan untuk bahan sampel yang dideproteinisasi maupun yang tidak dideproteinisasi.

c.       Prinsip Pemeriksaan
Prinsip penetapan kadar glukosa dalam serum dengan metode O-Toluidin adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna hijau dari glukosa yang bereaksi dengan O-toluidin dalam asetat panas. Dipanaskan pada 100˚c, berfungsi untuk meningkatkan energi kinetik. Didinginkan pada 0-4˚C, berfungsi untuk menghentikan reaksi. Adapun reaksi yang terjadi :


 






Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan glukosa yang terdapat di dalam serum tersebut.
d.      Dasar Teori
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat dimana-mana dalam biologi. Hal ituterjadi karena glukosa dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi (glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim (Lehninger 1982). Glukosa adalah gula yang terpenting bagi metabolisme tubuh, dikenal juga sebagai gula fisiologis. Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah (Anoymous, 2008). Sedangkan dalam tumbuhan Glukosa 6-fosfat yang dihasilkan selama fotosintesis adalah precursor dari tiga jenis karbohidrat tumbuhan , yaitu sukrosa, pati dan selulosa (Lehninger,1982). Glukosa dibentuk dari senyawa-senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis (Murray 1993). Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan akan glukosa pada saat karbohidrattidak tersedia dalam jumlah yang cukup dalam makanan. Pasokan glukosa yang terus-menerus diperlukan sebagai sumber energi, khususnya bagi sistem saraf dan eritrosit.
Glukosa juga diperlukan di dalam jaringan adiposa sebagai sumber gliserida-gliserol dan mungkin glukosa juga mempunyai peran di dalam mempertahankan kadar intermediet pada siklus asam sitrat di seluruh jaringan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan satu-satunya bahan bakar yang memasok energi bagi otot rangka pada keadaan anaerob (Murray 2003). Kadar glukosa dalam tubuh makhluk hidup dapat digunakan untuk memprediksi metabolisme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia. Jika kandungan glukosa dalamt ubuh sangat berlebih maka glukosa tersebut akan mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun jika kandungan glukosa tersebut di bawah batas minimum,maka asam piruvat yang dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara anabolisme melalui glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan memenuhi kadar normal glukosa dalam darah (Poedjiadji 1994). Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/L (70-150 mg/dL). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah (Anoymous, 2008)
Meskipun disebut “gula darah”, selain glukosa, kita juga menemukan jenis -jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatu rmelalui insulin dan leptin (Anoymous, 2005). Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf (Anoymous, 2008). Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bilakonsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh,pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah,hingga meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yanglain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebutgliokogenesis, yang mengurangi level gula darah.

e.       Alat dan Bahan
Alat           : Tabung reaksi dan raknya, Spektrofotometer, Pipet ukur, Pipet tetes, Pipet mikro, Ball pipet, Gelas beaker 
Bahan        :  Reagen Trichlor Asam Asetat (TCA), Pereaksi O-Toluidin,  Air suking, Standar Glukosa 100 mg %, Sampel serum.

f.       Cara Kerja
1.   Disiapkan larutan test dan larutan standar dengan campuran sebagai berikut :
Tabel XXX Larutan Campuran

Test A
Test B
Standar
Blanko
TCA 5%
1
1
1

Serum A
0,1



Serum B

0,1


Standar


0,1

Aquadest



0,4
Pereaksi





2.   Bahan-bahan tersebut di atas dicampur, lalu dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm.
3.   Diambil supernatant test tersebut dan standar yang akan digunakan dalam  pembuatan larutan campuran sebagai berikut :


Tabel XXX Larutan Campuran

Test A
Test B
Standar
Blanko
Supernatan
0,4
0,4


Supernatan standar


0,4

Aquadest



0,4
Pereaksi O-Toluidin
2
2
2
2

4.   Bahan-bahan dicampur dan dimasukkan ke dalam penangas air berisi air mendidih selama 8 menit, lalu dimasukkan ke dalam air dingin.
5.   Campuran dibaca absorbasinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm – 630 nm.
Perhitungan
mg % glukosa        =
keterangan :
Dt        = Hasil pembacaan test
Dst      = Hasil pembacaan standar
Nilai Normal : 65-115 mg%

g.      Hasil Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil
Hasil
Hasil pengamatan visual
-    Warna larutan Standar      : bening agak kehijauan (++)  
-    Warna larutan Blanko       : bening
-    Warna larutan Test 1         : hijau pekat
-    Warna larutan Test 2         : bening agak kehijauan (+)    
Hasil Pemeriksaan spektrofotometri
-       Nilai Absorbansi Blanko   : 0
-       Nilai Absorbansi Standar  : 0,118
-       Nilai Absorbansi Test A    : 1,415
-       Nilai Absorbansi Test B    : 0,061
Perhitungan :
Test A                                     =  = 1.199 mg %
Test 2                                      =   =
Interpretasi Hasil
Test A menunjukan hasil kadar glukosa dalam serum serbesar 1.199 mg%. Nilai ini melebihi nilai normalnya yaitu 65-115 mg%. Hasil ini menunjukan bahwa pasien test A mengalami hiperglikemia. Pasien A belum tentu menderita Diabetes Melitus karena serum yang diambil tidak diketahui waktu pengambilannya apakah saat dipuasakan (Gula Darah Puasa), pada saat sewaktu-waktu (Gula Darah Acak), atau pada saat pasien diberikan beban glukosa (GD). Salah satu cirri pasien diabetes mellitus adalah memiliki GDA lebih dari 200 mg/dL, GDP lebih dari 125 mg/dL.
Test B menunjukan hasil kadar glukosa serum sebesar 51,69 mg%. Nilai ini kurang dari nilai normalnya yaitu 65-115 mg%. Hasil ini menunjukan bahwa pasien test B mengalami hipoglokemia.

h.      Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kandungan glukosa dalam serum dengan menggunakan metode o-toluidine. Metode ini merupakan metode yang mudah dilakukan. Metode ini merupakan metode non enzimatis yaitu tidak menggunakan enzim melainkan dengan hanya menambahkan larutan o-toluidine pada sampel serum yang telah dipreparasi sebelumnya dengan menambahkan larutan TCA (Tri Kloro Asetic Acid) 5% dan didiamkan kurang lebih 10 menit, yang bertujuan untuk mengendapkan dan mendenaturasi protein yang terkandung didalam darah secara sempurna. Sebelumnya juga ditambahkan air destilasi yang bertujuan untuk mengencerkan konsentrasi dari darah sehingga volumenya menjadi meningkat. Pencampuran dilakukan dengan cara membolak-balikkan tabung atau supaya lebih merata dapat digunakan vortex. Lalu disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan glukosa dengan komponen protein dalam serum. Komponen protein akan mengendap sedangkan glukosa akan melarut dalam supernatant. Selanjutnya supernatant tersebut diambil dan ditambahkan pereaksi o-toluidin. Glukosa yang berada pada supernatan bereaksi dengan O-toluidin dalam asam asetat panas dan menghasilkan senyawa berwarna hijau. Digunakan pada suhu tinggi (keadaan panas) bertujuan untuk meningkatkan energi kinetik reaksi yang terjadi. Setelah itu dimasukkan ke dalam air dingin yang bertujuan untuk menghentikan reaksi. Setelah terbentuk warna hijau dilakukan pembacaan absorbasi dengan spektrofotometer dan dilakukan perhitungan.
Dari perhitungan diperoleh nilai test A  serbesar 1.199 mg%. Nilai ini melebihi nilai normalnya yaitu 65-115 mg%. Hasil ini menunjukan bahwa pasien test A mengalami hiperglikemia. Test B sebesar 51,69 mg%. Nilai ini kurang dari nilai normalnya yaitu 65-115 mg%. Hasil ini menunjukan bahwa pasien test B mengalami hipoglokemia. Pasien yang memiliki kadar glukosa lebih tinggi dari normal belum tentu Diabetes Melitus karena serum yang diambil tidak diketahui waktu pengambilannya apakah saat dipuasakan (Gula Darah Puasa), pada saat sewaktu-waktu (Gula Darah Acak), atau pada saat pasien diberikan beban glukosa (GD). Salah satu ciri pasien diabetes mellitus adalah memiliki GDA lebih dari 200 mg/dL, GDP lebih dari 125 mg/dL. Untuk lebih memastikan perlu diketahui waktu pengambilan sampel serum.





DAFTAR PUSTAKA
Amstrong. 1995. Buku Ajar Biokimia edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lehningger. 1992. Dasar-Dasar Biokimia I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Murray, Graner, dkk. 1993.Biokimia Harper edisi 24. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia




0 comments:

Post a Comment