I.
Prinsip
Prinsip penetapan kadar gula darah dengan O-toluidin
adalah berdasarkan pada pengendapan protein darah dengan asam trikloroasetat.
Pada saat dipusingkan akan terlihat bagian yang mengendap, bagian tersebut
adalah protein darah dan cairan yang ada di atas bagian yang mengendap
mengandung gula yang akan diperiksa dengan menambahkan o-toluidin dalam asam
asetat glasial, lalu dipanaskan. Saat dipanaskan, gula akan berkonjugasi dengan
o-toluidin dalam asetat panas dengan memberikan warna biru kehijauan. Kemudian
absorbansinya dapat diukur pada spektrofotometer UV-Vis untuk dihitung kadar glukosa
dalam darah (Widowati dkk, 1997).
II.
Dasar Teori
Dalam
ilmu kedokteran, gula darah
adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum,
diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah
sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan
pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat
ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi
hari, sebelum orang makan (Anonim, 2011).
Normalnya
kadar glukosa darah seimbang pada orang yang sehat melalui reaksi insulin dan
glukagon yang dihasilkan oleh sel-sel pankreas (Lemon dan Burke, 2002). Apabila
konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi
tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di hati.
Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut
glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan
level gula darah. Sedangkan, apabila level gula darah meningkat karena
perubahan glikogen atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan
dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut
insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses
ini disebut glikogenosis), yang mengurangi level gula darah (Anonim, 2011).
Ada tiga cara untuk mengukur tingkat gula darah:
- Tes gula darah sewaktu.
Tes ini mengukur glukosa dalam darah yang diambil kapan
saja, tanpa memperhatikan waktu makan.
- Tes gula darah puasa.
Tes ini memakai contoh darah yang diambil saat perut
kosong, setelah kita tidak makan atau minum apa pun (kecuali air putih) selama
sedikitnya delapan jam.
- Tes toleransi glukosa.
Tes ini dimulai dengan tes gula darah puasa. Kemudian kita
diberikan minuman yang manis yang mengandung gula dengan ukuran tertentu.
Tingkat gula darah lalu diukur dengan memakai beberapa contoh darah yang
diambil pada jangka waktu yang tertentu.
(Yayasan Spiritia, 2011)
Metode pengukuran gula darah lainnya yaitu:
a.
Metode
enzimatik
Reaksi
yang terjadi adalah :
Produk
berwarna yang terbentuk akan diukur dengan metode kolorimetri (Anonim, 2010).
b.
Metode
Kimia
·
Reaksi
Oksidasi-Reduksi
Pada
metode ini terjadi reduksi glukosa yang akan bereaksi dengan ion tembaga (Cu)
pada media basa yang akan menghasilkan warna merah yang merupakan Cu2O.
Warna merah ini akan dapat diukur dengan alat kolorimeter atau dengan
spektrofotometer.
Reaksi
yang terjadi adalah :
·
Reaksi
Kondensasi (Metode o-toluidine)
Pada metode ini, gugus amina aromatik, o-toluidin
bereaksi dengan gugus aldehid terminal pada glukosa dalam asam asetat glasial
panas membentuk wana biru kehijauan. Dengan pembentukan warna absorbansi dari
larutan ini dapat dibaca. Panjang gelombang 630 nm merupakan panjang gelombang
yang proporsional untuk mengukur absorbansi, sehingga kadar glukosa dapat
dihitung. Metode ini cepat dan sederhana, namun reagen dapat bereaksi dengan
aldosa (gula dengan gugus aldehid pada area terminal)
Reaksi yang terjadi
:
(Anonim. 2010)
Pengukuran
kadar gula darah dapat menentukan seseorang menderita diabetes atau tidak. Diabetes Mellitus adalah penyakit di mana tubuh gagal atau tidak bisa
mengatur kadar gula di dalam darah (Insan, 2010). Menurut Tjokroprawiro (2000), Diabetes Mellitus ( DM) adalah penyakit
metabolik yang kebanyakan herediter dengan tanda – tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin dimana gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan
oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans
kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh
terhadap insulin.
III.
Alat dan Bahan
a. Alat
§
Tabung
reaksi
§
Rak
tabung reaksi
§
Pipet
tetes
§
Pipet
mikro
§
Sentrifugator
§
Spektrofotometer
UV-Vis
b. Bahan
§
Larutan
Natrium Sulfit 25%
§
Serum/plasma
§
Ether
§
Pereaksi
Biuret
§
Aquadest
IV.
Cara Kerja
1.
Disiapkan
tabung reaksi yang telah diisi 2 mL larutan Natrium Sulfit 25%
2.
Ke
dalam tabung tersebut dipipetkan 0,2 mL serum/plasma, 2 mL ether dan dicampur
3.
Tabung
dipusingkan dengan sentrifugator
4.
Selanjutnya
ether dan larutan protein (larutan bagian atas terdiri dari protein dan ether)
dikeluarkan dengan penghisap
5.
Tabung
dimiringkan lalu cairan bagian atas diambil dengan pipet mikro melalui dinding
tabung.
6.
Larutan
yang tersisa adalah larutan yang mengandung albumin (larutan ini yang kemudian
akan dimasukkan ke dalam tabung reaksi tes).
7.
Disiapkan
3 tabung reaksi dan masing-masing diberi label larutan test, larutan standar
dan blanko kemudian dimasukkan campuran seperti pada tabel di bawah ini:
Tes
|
Standar
|
Blanko
|
|
Pereaksi Biuret, mL
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
Larutan albumin, mL
|
1,0
|
-
|
-
|
Standar, mL
|
-
|
1,0
|
-
|
Aquadest, mL
|
-
|
-
|
1,0
|
8.
Campuran
tersebut ditangguhkan selama 14-30 menit, lalu dibaca dalam spektrofotometer
pada panjang gelombang 540-546
9.
Rentang
normal untuk kadar albumin dalam serum adalah 0,5-1,2 gram/dL
V.
Hasil
·
Absorbansi
standar dari panjang gelombang 625-630 nm :
Tabung
|
Absorbansi
|
Standar
|
0,812
|
Tes (uji Ari Pramita)
|
0,156
|
·
Perhitungan
:
Kadar
albumin =
=
= 0,7685
g%
VI.
Pembahasan
Pada
praktikum ini dilakukan penetapan kadar glukosa di dalam darah. Penetapan kadar
glukosa darah sangat penting peranannya di dalam kehidupan manusia karena dapat
menentukan seseorang menderita diabetes mellitus atau tidak. Diabetes Mellitus
(DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter dengan tanda–tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin dimana
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga dengan gangguan metabolisme lemak dan protein. Insufisiensi fungsi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel
beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (Tjokroprawiro, 2000).
Metode yang digunakan dalam penetapan kadar glukosa darah
pada praktikum ini adalah metode pengukuran dengan menggunakan reagen
o-toluidin. Metode pengukuran dengan
reagen o-toluidin merupakan salah satu metode pengukuran kadar glukosa dalam
darah dimana prinsip pengukurannya berdasarkan pada pengendapan protein darah
dengan asam trikloroasetat. Pada saat dipusingkan akan terlihat bagian yang
mengendap, bagian tersebut adalah protein darah dan cairan yang ada di atas
bagian yang mengendap mengandung gula yang akan diperiksa dengan menambahkan
o-toluidin dalam asam asetat glasial, lalu dipanaskan. Saat dipanaskan, gula
akan berkonjugasi dengan o-toluidin dalam asetat panas dengan memberikan warna
biru kehijauan. Kemudian absorbansinya dapat diukur pada spektrofotometer
UV-Vis untuk dihitung kadar glukosa dalam darah (Widowati dkk, 1997).
Praktikum ini diawali dengan penyiapan alat-alat dan
bahan-bahan yang akan digunakan. Setelah semua alat dan bahan siap, kemudian
dibuat campuran uji dan standar. Untuk campuran uji terdiri dari 0,10 mL darah
uji dan 1,00 mL asam trikloroasetat 5% (T.C.A 5%), sedangkan untuk
campuran standar terdiri dari 0,10 mL larutan standar dan 1,00 mL asam
trikloroasetat 5% (T.C.A 5%). Penambahan asam trikloroasetat 5% (T.C.A 5%)
bertujuan untuk mengendapkan protein darah sehingga supernatan hanya mengandung
glukosa dan dapat ditetapkan kadar glukosa yang lebih tepat dari suatu larutan.
Kedua campuran kemudian disentrifugasi selama 5 menit untuk memisahkan antara
endapan yang mengandung protein darah dan supernatan yang mengandung glukosa.
Supernatan dari kedua campuran diambil dan masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi untuk digunakan pada campuran selanjutnya. Setelah itu, dibuat
larutan standar yang terdiri dari 0,40 mL supernatan standar dan 2,00 mL reagen
o-toluidin. Dibuat pula larutan uji yang terdiri dari 0,40 mL supernatan uji
dan 2,00 mL reagen o-toluidin serta larutan blanko yang terdiri dari 0,40 mL
aquades dan 2,00 mL reagen o-toluidin. Selanjutnya, ketiga larutan dipanaskan
dengan memasukkan masing-masing tabung reaksi ke dalam penangas air yang telah
berisi air mendidih selama 8 menit. Pemanasan ini bertujuan untuk meningkatkan
reaksi konjugasi antara glukosa dengan o-toluidin dalam asetat panas sehingga
membentuk senyawa berwarna biru kehijauan. Berikut adalah reaksi antara
o-toluidin dengan glukosa.
Setelah terbentuk larutan yang berwarna biru
kehijauan, masing-masing tabung reaksi dimasukkan ke dalam gelas beaker yang
telah berisi air dingin. Pendinginan ini bertujuan untuk menghentikan reaksi konjugasi
antara glukosa dan o-toluidin. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dari
masing-masing larutan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dimana
pengukuran terlebih dahulu dilakukan terhadap larutan blanko yang bertujuan
untuk mengkalibrasi alat, kemudian larutan standar dan yang terakhir larutan
uji. Pengukuran absorbansi larutan dilakukan pada panjang gelombang maksimum,
hal ini disebabkan karena pada λ maksimum sensitivitas alat menjadi maksimum sehingga perubahan
absorbsi sampel per satuan konsentrasi adalah yang terbesar. Selain itu, pita
absorbsi di sekitar panjang gelombang rata, sehingga kepekaaan analisis menjadi
lebih baik dan pengaturan ulang panjang gelombang akan menghasilkan kesalahan
analisis yang kecil (Gandjar dan
Rohman, 2008). Panjang gelombang maksimum ditandai dengan nilai absorbansi
larutan yang maksimum. Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum maka
terlebih dahulu dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar pada rentang
panjang gelombang 625-630 nm. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa nilai
absorbansi maksimal diperoleh pada panjang gelombang 630 nm, panjang gelombang
ini yang kemudian digunakan untuk untuk mengukur absorbansi sampel berikutnya.
Dari hasil pengukuran didapatkan absorbansi larutan standar adalah 0,368 dan absobansi larutan uji adalah 0,242. Untuk
mendapatkan kadar glukosa darah pada sampel dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus :
mg% glukosa =
Dari hasil perhitungan diperoleh kadar
glukosa darah sampel sebesar 65,76 mg%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar gula
darah pada sampel berada dalam keadaan normal dimana rentang normal kadar
glukosa darah yaitu 65-115 mg%.
VII.
Kesimpulan
Kadar glukosa
darah yang diuji berada dalam rentang normal (65-115 mg %).
1 comments:
Asalam Kopas, judul sama pembahasan gak nyambung.
Post a Comment