I.
Prinsip
Prinsip penetapan kadar protein dalam serum dengan metode
Biuret adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein
yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks adalah
protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam
suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka
semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat di dalam serum tersebut.
II.
Dasar Teori
Protein
berasal dari kata Yunani kuno proteos yang artinya “yang utama”. Dari asal kata
ini dapat diambil kesimpulan bagaimana pentingnya protein dalam kehidupan.
Protein terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50% dari berat keringnya dan
berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi,
penyangga racun, pengatur pH, dan bakan sebagai pembawa sifat turunan dari
generasi ke generasi (Girindra, 1993).
Protein
merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi. Protein sederhana hanya
mengandung asam-asam amino. Protein kompleks mengandung bahan tambahan bukan
asam amino, seperti derivat vitamin, lipid atau karbohidrat. Protein berperan
pokok dalam fungsi sel. Analisis terhadap protein dan enzim darah tertentu
digunakan secara luas untuk tujuan diagnostik (Harper, 1995).
Protein
dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Prinsip dari metode biuret ini
adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dengan
penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette, 2005).
Reaksi
biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa larutan)
dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini. Reaksi ini
positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida (Harrow, 1954).
Penyerapan
cahaya oleh protein disebabkan oleh ikatan peptida residu ritosil, triptofonil,
dan fenilalanin. Juga turut dipengaruhi oleh gugus-gugus non-protein yang
mempunyai sifat menyerap cahaya. Penyerapan maksimum albumin serum manusia
terlihat pada panjang gelombang kira-kira 230 nm (peptida) dan dengan puncak
lebar pada 280 nm karena serapan residu-residu asam amino aromatik. Spektrum
absorbansi suatu larutan protein berfariasi tergantung pada pH dan sesuai
denagn ionisasi residu sama amino (Montgomery, 1993).
Kerugian
dari metode ini adalah hasil penetapannya tidak murni menunjukkan kadar
protein, melainkan bisa saja kadar senyawa yang mengandung benzena, gugus
fenol, gugus sulfhidrin, ikut terbaca kadarnya. Selain itu, waktu penetapan
yang dipergunakan juga lama, sehingga sering kali kurang effektif (Lehninger,
1982).
III.
Alat dan Bahan
a. Alat
§
Tabung
reaksi
§
Rak
tabung reaksi
§
Pipet
tetes
§
Pipet
mikro
§
Spektrofotometer
UV-Vis
b. Bahan
§
Standar
protein
§
Serum
§
Pereaksi
biuret
o
K-Na-Tartrat 0,18 M
o
CuSO4 0,012
M
o
NaOH 0,2 M
IV.
Cara Kerja
1.
Disiapkan
3 buah tabung reaksi di dalam rak tabung dengan masing-masing tabung diberi
nama Test, Standar dan Blanko
2.
Disiapkan
larutan test, standar dan blanko di dalam tabungnya masing-masing dengan
campuran sebagai berikut:
Tes
|
Standar
|
Blanko
|
|
Pereaksi Biuret, mL
|
2,50
|
2,50
|
2,50
|
Serum/plasma, mL
|
0,05
|
-
|
-
|
Standar, mL
|
-
|
0,05
|
-
|
Aquadest, mL
|
-
|
-
|
-
|
3.
Bahan-bahan
di atas dicampur, lalu ditangguhkan selama 30 menit
4.
Campuran
dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 540 nm.
V.
Hasil
·
Absorbansi
standar dari panjang gelombang 625-630 nm :
Tabung
|
Absorbansi
|
Standar
|
0,373
|
Tes
|
0,544
|
·
Perhitungan
:
Kadar
Protein total =
=
=
10,06 g%
VI.
Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan kadar protein
dengan metode Biuret dengan menggunakan spektrofotometer. Dimana prinsip dari
metode ini adalah pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein
yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana, yang membentuk kompleks adalah
protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam
suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka
semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat di dalam serum tersebut.
Dalam pereaksi biuret terkandung 3 macam reagen yaitu
reagen yang pertama adalah CuSO4 dalam aquadest dimana reagen ini
berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk
kompleks dengan protein. Reagen yang kedua adalah K-Na-Tartrat yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak
mengendap. Reagen yang ketiga adalah NaOH dimana fungsinya adalah membuat
suasana basa. Suasana basa akan membantu pembentukan Cu(OH)2 yang
nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.
Pada saat sampel dikocok, jangan sampai menimbulkan buih
karena akan mempengaruhi pengukuran absorbansi. Dan setelah ditetesi pereaksi
biuret, sampel didiamkan selama 30 menit. 30 menit ini merupakan operating time yaitu waktu yang
dibutuhkan agar seluruh reaktan/protein bereaksi seluruhnya dengan reagen.
Setelah 30 menit, maka sampel diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer
dengan panjang gelombang 540 nm. Panjang gelombang 540 nm merupakan panjang
gelombang serapan maksimum untuk warna ungu. Reaksi yang terjadi pada penetapan
kadar protein dengan metode Biuret adalah :
CuSO4.5H2O
+ 2NaOH Cu(OH)2+Na2SO4+5H2O
Cu(OH)2 Cu2+ + 2OH-
Setelah dilakukan pengukuran terhadap standar dan tes didapatkan
absorbansi larutan standar adalah 0,373 dan absorbansi larutan test adalah
0,544. Perhitungan kadar protein dalam serum dilakukan dengan menggunakan rumus
:
Kadar Protein
total =
Sehingga didapatkan hasil kadar protein dalam serum
adalah 10,06 gr/dL. Kadar ini berada diatas kadar normal yaitu 7,2-8 gram/dL.
Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat masalah pada organ hati karena
sebagian besar protein dimetabolisme di hati.
VII.
Kesimpulan
Kadar total protein dalam serum berada di atas rentang
normal (7,2-8 gram/dL).
1 comments:
pustakanya mana bosqu ?
Post a Comment